Jalan Senopati yang membuatku mengingatkan akan sesuatu. Cafe Parisian Chic milik Leiticia. Dan di bawah rintik hujan di hari itu, aku belajar sesuatu. David di hari itu, berbeda. Di mana ia berkata dengan nada tinggi sebagai bentuk perhatiannya?. Atau kejengkelannya?. Tapi, aku tidak berpikir membenci Leiticia. Stop! , pikiran apapun itu.
Aku harus mengatasi rasa cemburu ini. Seorang bintang, pasti memiliki banyak penggemar. Syok?. Iya , waktu yang berjalan dengan cepat. Awalnya, aku hanya mengagumi seorang David dari balik layar kaca. Siapa dia?, bagaimana mungkin aku bisa bersama dengannya hingga hari ini?.
Pekerjaanku ternyata terhubung dengannya. Beberapa orang mengisi di antaraku dengannya. Beruntung, aku memiliki sobat dekat, Dimas. Aku bertemu Agnes, 'penggemar' David yang fanatik. Lama kelamaan hilang begitu saja. Ada Leiticia, masa lalu David yang kembali dan mengobarkan api cemburuku yang dungu.
Di suatu siang, aku duduk memikirkan bagaimana beradaptasi dengan lingkungan kehidupan seorang bintang. David benar. Tidak mungkin aku terus - terusan cemburu dengan teman - teman dan penggemar wanita David.
Aku hendak membeli segelas kopi panas di mall seberang kantor. Segera saja aku ke mall seberang kantor. Gak boleh lari - lari, karena hari ini sepatu Louboutin menemani ku di kantor tanpa pemotretan. Diana sedang foto di luar ruangan. Di lanjut makan siang bareng Arman.
Sepatu hak tinggi ini jika ruangan kantor sepi, terdengar jelas bunyi berdentam yang berat. Duk-duk-duk. Membuat siapa saja menoleh ke arahku. Tapi hak runcing ini tersembunyi di dalam celana hitam berpotongan lebar. Kemeja kerah tinggi hijau lumut dan rambut yang aku cepol seperti balerina. Sampai di kedai kopi , seperti biasa aku memesan latte panas. Berjalan pelan - pelan, hak sepatu ini 10 senti.
Ketika aku hendak menyebrang, aku melihat Bimo berjalan bagaikan street styler ala Pitti Uomo (yes), aku berpikir sejenak dan memanggil namanya. Kemudian ia langsung menoleh ke arahku dari sebrang.
"Hai!, eh tunggu di situ", katanya. Ia menghampiriku di sebrang jalan.
"Hai, the red lips lady, ayo kita nyebrang pelan - pelan", ia berdiri di sebelah kiriku dan menstop motor yang ada di depannya. Sempurna. Melihat nya dengan sweater cashmere mahal. Celana chino khaki dan deck lofers. Aku tebak itu Brunello Cucinelli. Dia pake sweater seharga 16 juta ke kantor?. Ah, tapi ini kan SCBD.
"Bimo, bisa ngobrol sebentar?",tanyaku.
"Silahkan, mau dimana?", tanya Bimo.