Lihat ke Halaman Asli

ameliana t p novianti

GURU KOMPETENSI KEAHLIAN MULTIMEDIA/DKV SMK

Implementasi Kurikulum Merdeka Dimulai dari Pembelajaran yang Berpihak pada Siswa

Diperbarui: 30 September 2022   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salam dari kami para pemimpin pembelajaran yang siap mengimplementasikan kurikulum merdeka (dokpri)

"Mengapa Kurikulum Merdeka? sebab menteri pendidikan kita telah melalui apa yang disebut belajar merdeka saat mereka cipta Gojek. Ketika bersekolah beliau berdaulat belajar, berdaulat berkreasi, berdaulat berkembang dan berinovasi menghasilkan lulusan yang tak mengekor namun mencipta trend. Gojek adalah karya dari sosok yang belajar secara merdeka dan beliau ingin generasi emas bangsa ini melahirkan karya-karya dari proses belajar yang merdeka, persis seperti yang dirasakannya ketika bersekolah dulu" -Ameliana Tri Prihatini Novianti. 

Kerapkali dalam melaksanakan tugas sebagai pemimpin pembelajaran, guru sering bertumpu terhadap ketuntasan siswa pada kompetensi yang guru ajarkan. Alhasil, guru menjadi terpola untuk  menghubungkan antara ketuntasan mata pelajaran yang diampunya dengan prestasi akademik yang siswa torehkan. Tentu barangkali tidak semua siswa mampu mencapai ketuntasan belajar pada setiap mata pelajaran, boleh jadi pada pelajaran A siswa mampu mencapai nilai melebihi kriteria ketuntasan, pada pelajaran B siswa hanya mencapai standar minimal ketuntasan. Namun pada pelajaran C atau D siswa justru tidak bisa mencapainya. 

Polemiknya, ketika guru dihadapkan pada saat akhir-akhir menjelang kenaikan kelas. Biasanya guru akan cenderung mempertahankan nilai mata pelajarannya dan tak jarang rapat kenaikan kelas diwarnai dengan keegoan guru yang terkesan hanya melihat salah satu sisi nilai saja dan kurang memperhatikan bakat dan potensi yang dimiliki siswa yang sebenarnya belum atau masih kurang dimunculkan. Adalah benar guru mengikuti prosedur pedoman kriteria kenaikan kelas yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun menjadi pertanyaan menarik untuk ditelisik, apakah sebelumnya kita sebagai guru sudah sepenuhnya melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada siswa?

dokpri

Sebagai guru Kompetensi Keahlian Multimedia Sekolah Menengah Kejuruan, saya mencoba melakukan refleksi pembelajaran dengan Model 4F (Facts, Feelings, Findings, dan Future) yang merupakan tahap awal pengimplementasian kurikulum merdeka di ruang-ruang kelas Multimedia. Refleksi pembelajaran ini dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. Refleksi yang saya sampaikan lebih ke suasana pembelajaran di kelas, pada mata pelajaran C2 dan C3 Kelas XI dan XII SMK.  Berikut ini saya uraikan refleksi pembelajaran saya tersebut dengan Model 4F.

Pada bagian Facts (Peristiwa), secara teoritis guru diminta untuk mendeskripsikan pengalaman aksi nyata ke dalam kelas, membuat daftar hal-hal positif yang telah dialami dalam melaksanakan proses pembelajaran lantas kemudian menuliskan hambatan juga kesulitan yang dihadapi terakhir memikirkan solusi yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan tersebut. 

Keadaan yang sering saya temui ketika dikelas adalah siswa zaman sekarang ini kurang antusias dalam menerima pelajaran yang monoton, namun uniknya mereka semangat jika berkomentar menggunakan bahasa kekinian seperti ketika ditanya "bisakah kalian mengerjakan projek ini nak?" mereka menjawab "sabi lah bu" yang kemudian saya tahu sabi merupakan singkatan dari saya bisa. Ada lagi kata ygy yang jika dipanjangkan berlafalkan ya gak ya; gabut alias gaji buta; baper atau bawa perasaan; woles; kece badai; kuy; dan lainnyalah. Tetapi, jika guru bertanya dan membutuhkan jawaban yang serius dan sistematis, siswa lebih banyak gagap, diam dengan beragam ekspresi diam. Ada yang menundukkan kepalanya diatas meja, ada yang toleh kanan kiri, ada yang memandang ke plafon kelas, bahkan ada yang melirik saya dengan tatapan was-was dan tegang.

Saya berpikir, apa ada yang salah dengan pembelajaran ini. Mengapa? Sebagai guru yang sudah 13 tahun mengajar di SMK, saya merasa perlu adanya skenario pembelajaran dikelas yang dapat membuat siswa belajar serius namun tetap rileks. Bersama rekan-rekan guru disekolah, saya sering berbagi pengalaman dan mengeluhkan mengapa siswa sekarang berbeda dengan siswa-siswa zaman kita bersekolah dulu. Sayapun mengkonklusikan bahwa sebenarnya  tidak ada masalah dengan pemahaman mereka terhadap materi yang diberikan oleh guru. Namun masalahnya ada pada semangat untuk belajar, perilaku, suasana belajar atau cara belajar mereka yang berbeda. Mungkinkah pembelajaran yang saya sajikan belum berpihak seutuhnya kepada siswa?

dokpri

Pada bagian Feelings (Perasaan), guru mengungkapkan perasaan ketika pembelajaran berlangsung.  Termasuk mengungkapkan sebab musabab munculnya perasaan tersebut.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline