Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan kebutuhan dalam tumbuh kembang anak. Intinya pendidikan membimbing semua kekuatan alam yang ada pada diri peserta didik sehingga sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan tertinggi dalam hidup.
Di Indonesia sendiri, pendidikan dan pembelajaran merupakan hal wajib yang telah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 31 Undang-Undang Dasar dan Pasal 6 ayat (1)
Pendidikan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Pendidikan Formal, Pendidikan Non-formal, dan Pendidikan Informal. Pendidikan formal merupakan jenis pendidikan yang sudah terstruktur dan memiliki jenjang mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar (SD), Pendidikan Menengah (SMP), Pendidikan Menengah (SMA) dan Pendidikan Tinggi (Universitas), yang kemudian diwajibkan oleh pemerintah selama 12 tahun lamanya atau hingga jenjang SMA.
Namun seperti yang kita ketahui, pada tahun 2019 terjadi pandemi COVID-19 yang memberikan dampak yang besar bagi dunia pendidikan yang salah satunya adalah : menyulitkan kita untuk mengakses pendidikan secara langsung dan mewajibkan untuk melakukan pembelajaran via daring (dalam jaringan), atau biasa disebut sekolah online.
Pola belajar pun berubah, banyak kendala yang dialami oleh banyak pihak, misalnya keluhan mengenai tidak adanya kuota atau media pembelajaran (smartphone). Bahkan keluhan mengenai pemahaman anak terkait pembelajaran mengurang pun sering terdengar.
Tidak hanya itu, pembelajaran secara daring juga menuntut anak untuk lebih sering menggunakan smartphone yang mana seringkali disalah gunakan untuk mengakses game, dan atau aplikasi lain yang kurang bermanfaat.
Akibatnya, anak mengalami kecanduan akan smartphone dan meninggalkan buku yang seharusnya dibaca setiap hari agar kemampuan literasi baca tulis anak meningkat.
Begitulah yang terjadi ditempat saya mengabdi KKN, lebih tepatnya di SDN Cijantung 02, mayoritas wali murid mengeluhkan hal serupa. Lalu bagaimana cara meningkatkan minat baca anak yang tidak menghilangkan unsur digital dan tetap berkaitan dengan smartphone?
Jawabannya tentu e-book.
Para wali dapat mengakses website Gerakan Literasi Nasional Kemendikbud yang tentunya memiliki banyak bahan bacaan untuk diunduh, lalu mewajibkan anak untuk membaca setiap hari.
Dengan begitu anak tidak hanya mengakses game di smartphone, melainkan diselingi membaca. Unduhan bacaan nantinya bisa dimasukkan ke Google Drive yang kemudian menjadi mini taman baca, atau mini perpustakaan.