Lihat ke Halaman Asli

Peran Kebijakan Makroprudensial dalam Menyongsong Ekonomi Indonesia yang Lebih Inklusif dan Stabil

Diperbarui: 18 November 2024   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Bank Indonesia)

Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang luar biasa terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh pandemi ini telah mengubah lanskap perekonomian, menyebabkan kontraksi yang signifikan dalam berbagai sektor. Dalam menghadapi situasi yang sangat tidak menentu ini, berbagai kebijakan makroprudensial diterapkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan tersebut menjadi instrumen yang sangat penting untuk mengurangi risiko sistemik yang berpotensi mengguncang sektor keuangan dan perekonomian secara keseluruhan. Mengingat kondisi ekonomi yang terus berkembang, menjadi krusial untuk mengeksplorasi bagaimana kebijakan makroprudensial tersebut berfungsi dan relevansinya terhadap tantangan-tantangan ekonomi yang muncul baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Kebijakan makroprudensial memiliki tujuan utama untuk mengurangi risiko sistemik, menjaga stabilitas keuangan, dan menciptakan ketahanan dalam sistem keuangan terhadap berbagai guncangan. Kebijakan ini menjadi sangat penting di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi. Sejak awal pandemi, berbagai langkah telah diambil oleh Bank Indonesia dan pemerintah untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan di tengah resesi ekonomi global. Salah satu langkah kunci yang diterapkan adalah kebijakan akomodatif yang memungkinkan bank-bank untuk memberikan pembiayaan kepada sektor-sektor yang paling terdampak, seperti sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta sektor informal. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah menjaga stabilitas sistem keuangan, sekaligus mendorong pemulihan ekonomi nasional. Pembiayaan yang ditujukan untuk sektor-sektor yang rentan diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi dampak negatif terhadap masyarakat yang terdampak pandemi.

Meskipun demikian, walau kebijakan akomodatif ini penting untuk menjaga aliran kredit, pertumbuhan kredit pada tahun 2020 melambat secara signifikan akibat penurunan daya beli masyarakat dan meningkatnya angka non-performing loans (NPL).

Fenomena ini menunjukkan bahwa ketidakstabilan dalam sektor keuangan dapat memperburuk kondisi ekonomi, serta mempengaruhi kemampuan bank dalam menyalurkan kredit kepada sektor-sektor produktif. Dalam konteks ini, kebijakan makroprudensial yang bersifat kontrasisiklikal menjadi sangat relevan. Kebijakan kontrasisiklikal bertujuan untuk mencegah fluktuasi yang berlebihan dalam siklus kredit, dengan cara memperketat pemberian kredit pada saat perekonomian sedang dalam kondisi ekspansi dan memberikan kelonggaran pada saat kontraksi. Pendekatan ini berfungsi sebagai penyangga terhadap risiko-risiko yang muncul selama periode ekspansi ekonomi dan kontraksi, yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan jika tidak dikelola dengan baik.

Melihat kondisi terkini, meskipun perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah guncangan besar yang ditimbulkan oleh pandemi, tantangan-tantangan baru tetap bermunculan. Inflasi yang meningkat, disertai dengan ketidakpastian global akibat krisis energi dan ketegangan geopolitik, dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan Indonesia. Dalam menghadapi tantangan ini, kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang diterapkan oleh Bank Indonesia menjadi sangat relevan. KLM dirancang untuk mendorong intermediasi perbankan, memberikan insentif likuiditas kepada bank-bank agar dapat meningkatkan pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas, seperti UMKM, sektor manufaktur, dan sektor-sektor lain yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan ini juga bertujuan untuk menjaga ketersediaan likuiditas dalam sistem perbankan, yang penting untuk menjaga kelancaran aliran pembiayaan bagi perekonomian.

Namun, meskipun kebijakan ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kita harus tetap waspada terhadap potensi risiko yang muncul akibat pemberian kredit yang berlebihan. Pengendalian yang tidak tepat terhadap pertumbuhan kredit dapat menyebabkan ledakan harga aset yang tidak terkendali, yang pada gilirannya bisa mengancam stabilitas sistem keuangan. Sebagai contoh, pemberian kredit yang terlalu agresif dapat menyebabkan terjadinya gelembung aset, yang rentan meledak apabila terjadi perubahan mendalam dalam perekonomian. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan kredit yang terjadi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi. Pengawasan dan regulasi yang ketat terhadap praktik pemberian kredit sangat diperlukan untuk memitigasi risiko ini, memastikan bahwa kebijakan makroprudensial yang diterapkan efektif dalam menjaga keseimbangan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas sektor keuangan.

Selain itu, fenomena digitalisasi yang semakin pesat di Indonesia juga harus diperhatikan dalam konteks kebijakan makroprudensial. Pandemi telah mempercepat adopsi teknologi digital, termasuk di sektor perbankan. Banyak pelaku usaha, terutama UMKM, yang kini memanfaatkan platform teknologi finansial (fintech) untuk mengakses pembiayaan. Fenomena ini membuka peluang baru bagi sektor keuangan untuk menyediakan layanan yang lebih inklusif dan efisien. Akan tetapi, digitalisasi juga membawa tantangan-tantangan baru, terutama terkait dengan keamanan data, privasi konsumen, dan perlindungan terhadap potensi penyalahgunaan informasi pribadi. Oleh karena itu, regulasi yang adaptif dan responsif terhadap perkembangan teknologi sangat penting untuk menjaga integritas sistem keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus dapat mengawasi dan mengatur perkembangan fintech secara efektif agar inovasi di sektor ini tidak mengorbankan keamanan dan stabilitas sistem keuangan.

Dalam hal ini, peran OJK sebagai pengawas sektor keuangan menjadi semakin penting. OJK tidak hanya bertugas untuk memastikan bahwa lembaga keuangan beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip kehati-hatian, tetapi juga harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dinamika pasar dan teknologi guna memastikan bahwa kebijakan makroprudensial tetap efektif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Pengawasan terhadap lembaga-lembaga keuangan harus ditingkatkan agar mereka dapat beroperasi dengan aman dan sehat, terutama di tengah ketidakpastian global. Selain itu, kolaborasi antara Bank Indonesia, OJK, dan pemerintah juga menjadi sangat penting dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan makroprudensial yang tepat. Sinergi antara ketiga lembaga ini akan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan dapat menghadapi berbagai tantangan yang muncul akibat perubahan kondisi ekonomi global dan domestik.

Sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan makroprudensial merupakan alat vital dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, terutama di era pandemi dan pasca-pandemi COVID-19. Meskipun terdapat tanda-tanda pemulihan ekonomi, tantangan-tantangan baru terus muncul baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan Bank Indonesia untuk terus mengevaluasi dan menyesuaikan kebijakan mereka agar tetap relevan dengan kondisi terkini. Pendekatan yang hati-hati dan proaktif terhadap pengelolaan risiko serta dukungan terhadap inovasi di sektor keuangan akan menciptakan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Dalam menghadapi masa depan, kolaborasi antara pemerintah, bank sentral, OJK, serta pelaku industri keuangan menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dalam menghadapi tantangan-tantangan baru yang mungkin muncul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline