Oleh: dr. Amelia Jessica dan Dr. dr. Diana Sunardi, MGizi, SpGK
(Departemen Ilmu Gizi FKUI-KSM Gizi Klinik RSCM)
Apa yang terbayang di benak Anda ketika mendengar sindrom usus iritabel? Mungkin belum banyak yang Anda ketahui atau bahkan masih terdengar asing.
Sindrom usus iritabel atau dikenal juga sebagai irritable bowel syndrome (IBS) adalah gangguan interaksi usus dan otak, yang sebelumnya diketahui sebagai gangguan saluran cerna fungsional.
Gangguan ini mengenai 5-20% penduduk dunia dan berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Biasanya lebih sering pada usia muda (kurang dari 50 tahun) dan lebih sering pada perempuan.
Para penderita IBS mengalami kekurangan enzim hidrolase yang berguna untuk memecah ikatan rantai polimer karbohidrat. Pada saat mengonsumsi makanan tertentu akan muncul gejala seperti nyeri perut yang terjadi satu kali per minggu disertai dengan perubahan pola buang air besar.
Perubahan ini dapat terjadi pada frekuensi (dapat menjadi sulit buang air besar atau diare) maupun konsistensi (keras atau lembek). Hal ini tentu saja dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, terutama karena terjadi dalam jangka waktu yang lama.
Pengobatan IBS sungguh merupakan suatu tantangan. Selain obat, diperlukan intervensi gaya hidup dan pola makan.
Salah satu yang dapat diupayakan adalah dengan pendekatan gizi seperti mengurangi makanan yang termasuk ke dalam daftar FODMAP. Apakah Anda sudah mengetahui apakah itu FODMAP? Berikut ini kita akan mengulas apakah yang dimaksud dengan FODMAP.
FODMAP adalah singkatan dari fermentable oligo-, di-, monosaccharides and polyols, yaitu karbohidrat yang dapat difermentasi sehingga berakibat pada distensi gas dan menyebabkan kembung. Diet rendah FODMAP dapat mengurangi gejala jangka pendek pada penderita IBS.
Pola makan yang dapat diterapkan adalah tiga kali makan besar disertai selingan diantara jam makan besar tersebut. Makanan pokok dapat berupa nasi, kentang, roti atau pasta bebas gluten/gandum, oat, jagung, dan quinoa.