Lihat ke Halaman Asli

amelia

mahasiswa kebidanan universitas airlangga

All Eyes in Papua: Ada Apa dengan Saudara Kita di Sana?

Diperbarui: 23 Juni 2024   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

All Eyes on Papua: Ada Apa dengan Saudara Kita di Sana?

Oleh: amelia

Baru baru ini slogan "all eyes on papua" beredar di media sosial tak lama setelah munculnya unggahan "all eyes on rafah". Slogan ini merupakan sebuah ajakan serta bentuk kepedulian kita mengenai isu agraris di papua.

apa yang sebenarnya terjadi di papua?.

Dilansir dari BBC News Indonesia bahwa pada 27 mei 2024 lalu, di depan kantor Mahkamah Agung, Jakarta, perwakilan suku adat Awyu menggelar aksi yang bertujuan sebagai upaya mempertahankan tanah ulayat seluas 36. 094 hektare yang setara setengah wilayah Jakarta atau seluas wialayah Surabaya, dari rencana ekspansi perusahaan kelapa sawit PT. Indo Asiana Lestari. Hal tersebut bukan hanya menjadi permasalahan di Papua saja, namun itu merupakan sebuah masalah di Indonesia bahkan dunia.

Apa dampak dari penebangan tersebut?

Apabila penebangan hutan tersebut terjadi, setidaknya 23 juta ton karbon dioksida akan lepas di udara. hal tersebut tentunya akan berdampak pula pada ekstrimnya perubahan suhu serta iklim di Indonesia bahkan dunia. Selain itu, hutan merupakan "ibu" bagi masyarakat Papua. Hutan tersebut merupakan tempat tinggal, sumber mata pencaharian, bahkan sebuah identitas sosial budaya bagi mereka. Hutan papua juga merupakan sebuah habitat bagi banyak flora dan fauna di dalamnya. Sehingga apabila penebangan hutan di Papua terjadi, maka masyarakat suku di papua akan kehilangan tempat tinggal dan flora serta faunanya pun akan terancam punah. Hal tersebut sangat di sayangkan sekali padahal Indonesia dikenal sebagai salah satu paru paru dunia karena luas hutanya.

Apa dampak dari unggahan "All Eyes on Papua"?

Meskipun penyebab awal "All Eyes on Papua" ini muncul sebagai bentuk perlawanan mengenai konflik agraria di Papua, namun kampanye ini berhasil memicu perbincangan luas terkait persoalan di Papua. Persoalan tersebut diantaranya kemiskinan, pendidikan yang tidak merata, masalah kesehatan, serta konflik yang tak berkesudahan. Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2023 terkait prosentase penduduk miskin menurut provinsi dan daerah, provinsi Papua menduduki peringkat pertama sebagai provinsi termiskin yaitu dengan jumlah prosentase sebesar 26, 63. Kemudian terkait pendidikan dan Kesehatan, dilansir dari Pasificpos.com, angka buta huruf Papua sebesar 19 persen yang jauh dibawah angka nasional (1 persen). Kemudian, terdapat 300 lebih sekolah yang belum terakreditasi serta 2 persen dari 2.800 lembaga pendidikan (SD -- SMA) di Papua yang belum memiliki gedung. Selain itu dilansir dari JAYAPURA, KOMPAS ---  terkait penyebab belum optimalnya layanan kesehatan dan pendidikan di Papua, dipicu karena adanya 19 masalah pada lima sektor utama. Lima sektor ini adalah sumber daya manusia dan kapasitas perencanaan, perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan pengganggaran, monitoring dan evaluasi, serta transparansi dan akuntabilitas. Dan yang terakhir adalah masalah konflik yang tak berkesudahan. Konflik ini melibatkan apparat TNI dan OPM masyarakat Papua yang hingga kini telah banyak merenggut korban jiwa.

"Berdiri di Atas Emas, Berjalan Tanpa Alas"

Paradoks ini mungkin cocok untuk menggambarkan keadaan Papua saat ini. Yang mana Papua memiliki kekayaan alam yang melimpah. Mulai dari hutan hujan tropis, kekayaan laut, hingga tambang emas yang menjadi salah satu tambang emas terbesar di dunia. Namun pada kenyataanya kesejahteraan masyarakat papua berbanding terbalik dengan kekayaan yang dimiliki.

Upaya dan harapan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline