Lihat ke Halaman Asli

Cinta Yang Tak Lekang Waktu

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Kupandangi kotak kecil biru yang kusimpan di lemariku. Kotak kecil ini sudah menemaniku dua puluh tahun lamanya. Kubuka kembali kenangan itu..

Kertas biru yang semakin usang dimakan usia.

"For. Diana"
"Sejak pertama kita bertemu di acara perkenalan siswa baru, sungguh aku tak kuasa lagi menahan rasaku. Bolehkah aku sedikit lancang padamu dengan berani mengirim surat ini untukmu?
Bolehkah aku beranikan diri untuk berkata aku sayang padamu?
Jika kamu tidak berkenan Diana, robek saja kertas yang tak berguna ini.
Apapun jawabanmu nanti aku selalu sayang padamu..
Kamu cinta pertamaku.....

Salam,
Raka Biswara

Ahhh....kata-kata cintanya hingga kini tak pernah usang di hatiku..Dimanakah dia kini? Rintihku dalam hati...
Sore hari aku membawa anakku ke rumah sakit. Pulang sekolah siang tadi Tiara demam tinggi.
Aku bawa ke rumah sakit terkenal di kota yang baru satu bulan kutinggali. Aku mendaftar dan menunggu antrian di dokter spesialis anak.
" Tiara Aninda," suster dari kamar dokter memanggil nama anakku.
Aku pun menggendong Tiara yang sedikit lemas.
Aku masuk dan langsung merebahkan Tiara di ranjang pasien anak.
Dokter menghampiri anakku sambil bertanya " Apa yang dirasa Tiara Bu?"
Tatapan mata pun bertemu. Satu wajah yang tak pernah usang di hatiku tiba-tiba muncul menjadi dokter anakku. Degup jantungku rasanya berlari-lari. Tapi aku tetap menahan rasa yang membuncah di dadaku.
" panas aja Dok tadi siang. Saya beri penurun panas tetap aja gak turun-turun." Jawabku sambil memegang tangan anakku.
" Diana? Benarkan ini Diana teman SMA saya dulu? Saya Raka..." tampak Raka ingin meyakinkan kami berdua jika kami adalah teman sekolah dulu.
"Iyaaa...aku Diana.." jawabku pendek
Setelah memeriksa Tiara, akhirnya Raka memberikan resep obat yang harus kubeli.
"Oke Tiara cepat sembuh yaa..."Hibur Raka pada Tiara sambil mengusap- ngusap kepala anakku yang memandang lesu.
"Oh ya Diana, bagaimana kabar suamimu? Bolehkah aku mengunjungi keluarga kecilmu?"
Raka memberondong tanya padaku dengan wajah penuh semangat.
"Boleh Raka..."sambil kuberi alamat rumahku. "Bawa juga anak istrimu biar kita saling mengenal." Pintaku
Akupun bergegas pergi. Setelah kutebus resep obat Tiara, aku membawanya pulang.
Pagi itu mentari menyembul malu-malu diantara awan yang berkejaran...Burung-burung gereja berkicau di halaman rumahku yang asri..Minggu yang sedikit mendung...Tiara kini sudah ceria kembali...Dia asik bermain puzzle mat dan boneka beruangnya.
Aku menikmati secangkir teh panas dan dua lapis roti bakar.
Tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di luar pagar. Terlihat sosok lelaki yang tak pernah lekang di hatiku.. hatiku berdesir ketika suaranya memanggil namaku..
"Assalamualaikum Diana..."
"Waalaikum salam." aku bergegas membuka pintu.
"Mengapa tidak memberi kabar kalo akan datang berkunjung?" Tanyaku sambil menjabat tangannya yang terasa agak dingin.
"Biar kejutan...halo Tiaraa." Sapanya lembut pada Tiara yang tersenyum pada Raka
"Sedang main apa? Sini Om Dokter gendong Tiara..." tampak Tiara bahagia ketika Raka menggendongnya. Tak terasa ada bulir-bulir airmata di sudut mataku terharu melihat kebahagiaan Tiara.
"Ayo masuk Raka...maaf rumahku begini adanya...silakan duduk."
"Tiara mainnya di dalam yukk...ayo bawa bonekanya." Ajak Raka pada Tiara.
Setelah mengobrol beberapa menit, lalu Raka bertanya tentang suamiku...
"Suamimu kemana kok gak terlihat?"
" Maaf Rakaa..." tiba-tiba suaraku bergetar pilu..ada tetesan airmata di pelupuk mataku.

" Suamiku telah tiada satu tahun yang lalu..." mataku berkaca-kaca.
"Maaf Diana atas pertanyaanku..Aku ikut berduka cita.." Raka tampak memelas duka.
Aku kemudian mengalihkan pembicaraan dan aku pun balik bertanya "Istri dan anakmu tidak diajak kemari? " tanyaku ingin tahu.
"Mereka keluar kota...."
" Ohh begituu..."
Tiba-tiba Raka menghampiriku
"Aku belum pernah menikah Diana...Aku selalu mencintaimu sepanjang hidupku...." matanya memandangku penuh rindu.
Cinta dua puluh tahun silam tak pernah lekang oleh waktu....

kini dia datang kembali padaku dengan kesetiaan dan harapan...

Cinta pertama dan cinta terakhirku...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline