Lihat ke Halaman Asli

Justin Jeongho Kim

Jurnalis dan Konsultan Bisnis

Bermain Go Bersama Pemain Profesional di Paviliun Gwanghallu sambil Mengenakan Hanbok

Diperbarui: 5 Juli 2024   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto konsep diambil sebelum final, pertandingan final sendiri dilaksanakan di lokasi berbeda. (Sumber: Baduk Shinmun)

Setiap bulan Juni, kota kecil Namwon di Korea Selatan menjadi tuan rumah turnamen 'Baduk Chunhyang'. Baduk atau Go merupakan permainan strategis yang dimainkan oleh dua pemain layaknya Catur. Pada tahun 2024, turnamen ini telah memasuki tahun ketujuhnya.

Turnamen ini diselenggarakan oleh seorang pengusaha Korea Selatan yang sangat mencintai Go dan ingin meningkatkan minat terhadap permainan Go di kalangan pemain amatir.

Nama Chunhyang sendiri diambil dari tokoh utama dalam novel roman klasik Korea yang sangat terkenal, 'Chunhyang-jeon'. Chunhyang adalah nama seorang gadis, sedangkan Jeon berarti novel, sehingga Chunhyang-jeon berarti kisah tentang Chunhyang.

Chunhyang-jeon adalah kisah cinta antara Yi Mongryong, putra seorang pejabat pemerintah, dan Chunhyang, putri seorang pelacur. Meskipun berbeda status sosial, cinta mereka mampu mengatasi segala rintangan. Ini adalah kisah Romeo dan Juliet versi Korea.

Paviliun Gwanghallu. (Sumber: Baduk Shinmun)

Dalam novel tersebut, pasangan muda ini diceritakan sering bertemu di Paviliun Gwanghallu, sebuah bangunan tradisional Korea berlantai dua dan berada di lokasi yang indah. Paviliun Gwanghallu sangat terkenal, bangunan ini sering dikunjungi wisatawan dan digunakan sebagai lokasi syuting drama TV.

Turnamen Baduk Chunhyang khusus diikuti oleh para pemain baduk wanita. Jika sebelumnya turnamen ini hanya diikuti oleh pemain amatir, tahun ini beberapa pemain baduk wanita profesional juga turut berpartisipasi.

Ada aturan di babak final yang mengharuskan kedua finalis mengenakan pakaian tradisional Korea, Hanbok dalam bertanding. Para finalis tersebut akan mengenakan Hanbok dan mengambil foto konsep di Paviliun Gwanghallu sebelum pertandingan.

Pertandingan final antara Sumire Nakamura (kiri) dan Oh Yu-Jin (kanan). (Sumber: Baduk Shinmun)

Final tahun ini dimainkan oleh Sumire Nakamura 3-dan asal Jepang, yang mempelajari Go di Korea Selatan dan Oh Yoo-jin, 9-dan asal Korea Selatan. Dalam foto yang diambil sebelum final, gadis dengan atasan merah adalah Sumire Nakamura 3-dan, dan yang mengenakan atasan hijau adalah Oh Yoo-jin 9-dan. Istilah '1-dan' merupakan tingkatan paling rendah dalam permainan Go, sedangkan '9-dan' adalah tingkatan tertinggi.

Karena di masa lalu Jepang pernah menjajah Korea selama 35 tahun, dapat dikatakan perasaan orang Korea terhadap Jepang sangat kompleks. Kadang-kadang, karena luka masa lalu, ada rasa permusuhan terhadap Jepang.

Jika pemain Go Korea berpartisipasi dalam turnamen di Jepang dan harus mengenakan kimono, pakaian tradisional Jepang, dipastikan orang Korea akan menolak. Sebaliknya, jika pemain Go Jepang berpartisipasi dalam turnamen di Korea Selatan dan harus mengenakan Hanbok, orang Jepang juga akan menolak.

Namun, Nakamura sendiri tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Bagi penggemar Go di Korea Selatan dan Jepang, hal ini tentu terasa menyejukkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline