Lihat ke Halaman Asli

Tekawe

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus hukuman mati terhadap Ruyati binti Satubi (54), perempuan pekerja di Arab Saudi asal Kampung Srengseng Jaya, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, belum lama terjadi. Kalangan publik masih segar mengingat dan ikut syok atau amat kaget betapa Arab Saudi-tanpa pemberitahuan-memancung Ruyati pada Sabtu, 18 Juni 2011, di Arab Saudi.

Perang kata-kata lewat media massa, saling tuding antarkementerian atau lembaga, saling hujat, saling tuduh, dan saling menyalahkan masih ramai menghiasi berita-berita di media massa juga.

Namun, publik kembali dikejutkan oleh informasi adanya perusahaan pengerah tenaga kerja indonesia swasta (PPTKIS) yang bermasalah. Petugas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya sukses menggali dan mengungkapkan masalah itu. Yang dimaksud ialah keberadaan 12 perempuan pekerja di antara 209 perempuan di tempat penampungan TKI di Jalan Wibawa Mukti II Kilometer 6 Kampung Cakung, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi.

Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman mengungkapkan, 12 pekerja yang bermasalah karena belum berusia 21 tahun, sakit bahkan hamil, hingga belum bisa baca dan tuis sehingga belum bisa dipekerjakan sebagai TKI di mancanegara. Perusahaan penyalur para TKI itu dicurigai memalsukan data-data identitas para TKI sehingga diduga melanggar hukum dan sedang diselidiki secara intensif.

Sutarman mengatakan, enam orang dari pihak perusahaan bernama PT Duta Tangguh Selaras itu telah diperiksa dan di antaranya ada yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pemalsuan data dan atau trafficking (perdagangan manusia di bawah umur/anak).

Para TKI di penampungan yang pada dinding luar bangunan bertuliskan asrama putri (agak kurang jelas terbaca) itu cukup memprihatinkan. Mereka ditampung di asrama yang sempit. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yakin kapasitas asrama itu cuma untuk 150 orang sedangkan yang ditampung ternyata 209 orang.

Kisah-kisah yang diungkapkan oleh sejumlah TKI di penampungan itu juga seram. Ada yang pernah jadi korban penganiayaan.

Kebanyakan dari mereka yang ditampung di Jatisari itu sudah pernah bekerja di mancanegara terutama di Timur Tengah sebagai pembantu rumah tangga. Ada suka dan duka. Namun, segala potensi bahaya yang mengancam keselamatan jiwa dan raga tidak menyurutkan niat mereka untuk pergi bekerja ke luar negeri.

Rohainisah ialah TKI asal Nusa Tenggara Barat. Dia akan berangkat ke Qatar tahun ini. Dia pernah bekerja di Arab Saudi tiga tahun (2005-2008). Selama bekerja di Arab Saudi, dia pernah merasakan penganiayaan oleh majikannya. Akibat kesalahan kecil dalam membereskan rumah, majikannya memukul wajah dan kepala. Untunglah, penganiayaan itu ringan sehingga tidak sampai membuat Rohainisah kehilangan nyawa.

Penganiayaan hingga TKI terluka, cacat, bahkan tewas merupakan bukti kegagalan pemerintah memantau keselamatan warga negaranya di luar negeri. Biar bagaimanapun, TKI itu menyumbang devisa yang tidak sedikit bagi Indonesia. Untuk itu, menjadi sangat memalukan ketika para TKI tidak bisa terlindungi.

Buat apa punya kedutaan besar, konsulat jenderal, dan staf di luar negeri terutama di negara-negara yang banyak TKI-nya (Malaysia dan Arab Saudi terutama)? Buat apa di Indonesia ada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta BNP2TKI? Mengapa masih terjadi para TKI di luar negeri menjadi korban kekerasan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline