Lihat ke Halaman Asli

Puluhan Anak Buka Lapak di Seruni, Ini yang Dilakukan

Diperbarui: 20 Oktober 2018   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bedah buku digelar disekitar Lapak Baca Seruni (20/10/2018).

Bantaeng, Sabtu (20/10). Digawangi Muhammad Fadli Tamsir alias Tarru, beberapa anak terlihat berkumpul di Taman Bermain dan Olah Raga Anak Kabupaten Bantaeng pada Sabtu sore, 20 Oktober 2018. Mereka adalah pelajar SMP dan SMA dari berbagai sekolah di daerah ini.

Kehadirannya di kawasan ini guna menyediakan media baca bagi pengunjung. Beragam buku disiapkan mulai dari buku pelajaran sekolah, buku tutorial hingga buku dengan tema umum.

Tiap buku dapat dibaca tanpa dipungut biaya sepeser pun. Syaratnya mudah, aktifitas membaca dapat dilakukan di sekitar lokasi taman selama lapak digelar tiap hari Sabtu. Sedang jika ingin meminjamnya harus dengan izin pengurus lapak.

Tarru selaku Ketua Forum Anak Butta Toa (FABT) Kabupaten Bantaeng saat dikonfirmasi AMBAE mengungkapkan bahwa lapak tersebut digelar dengan tujuan untuk lebih meningkatkan minat masyarakat Bantaeng dalam membaca buku dan membudayakan literasi pada umumnya.

"Minat baca masyarakat saat ini kian memudar. Seiring globalisasi yang begitu dasyat mempengaruhi kita. Kami harap masyarakat kembali membudayakan membaca lewat buku tanpa mengabaikan IT", kata Tarru.

Bertajuk "Lapak Baca Seruni" yang rutin tiap hari Sabtu, disekitarnya puluhan pelajar yang tergabung dalam FABT juga menggelar bedah buku dan diskusi. Tampak Pimpinan Sanggar Seni Komplen, Baharuddin (Dion) dan CEO Boetta Ilmu, Sulhan Yusuf (Sul) berbagi ilmu dan pengalaman bersama para pelajar.

Dalam penuturannya, Dion membenarkan pernyataan Tarru. Menurutnya masyarakat dihanyutkan dengan hebatnya perangkat masa kini yang dilengkapi fasilitas internet seperti ponsel pintar maupun komputer.

Sementara Sul mengungkapkan, "Sebagian masyarakat cenderung memisahkan dengan begitu tajam antara buku dengan ponsel. Dianggapnya kalau dengan ponsel Android semuanya sudah tersedia dan tidak butuh lagi buku. Ada juga yang mendiskreditkan ponsel sebagai kemajuan yang kebablasan", pungkasnya.

Sul berharap masyarakat tidak membuat keduanya saling menjauh. Tapi melakukan kolaborasi agar semakin banyak referensi karena literatur semakin beragam. (AMBAE)

salam #AMBAE

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline