Lihat ke Halaman Asli

Plt. Bupati Bantaeng: Negara Harus Hadir Tangani Pernikahan Dini

Diperbarui: 16 April 2018   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Muhammad Yasin (berkacamata) kunjungi warga Kecamatan Sinoa, Kabupaten Bantaeng.

Bantaeng, Senin (16/04/2018). Menyikapi pernikahan dini yang terjadi di daerahnya, Plt. Bupati Bantaeng, H. Muhammad Yasin sampaikan keprihatinannya. Menurutnya hal tersebut tidak seharusnya terjadi. Pernikahan dini sangat beresiko terhadap kelangsungan hidup berkeluarga karena sesungguhnya sasaran pernikahan agar bisa hidup Sakinah Mawaddah Warahmah.

"Harus diberi pemahaman pada masyarakat betapa beresikonya pernikahan dini. Negara harus hadir tangani pernikahan dini karena resikonya tinggi. Bukan saja bagi laki-laki tapi perempuan juga." jelasnya pada AMBAE di Kediamannya, Minggu sore (15/04/2018).

Dirinya menegaskan agar semua pihak jeli melihat dampak yang bisa ditimbulkan. Dipandang perlu ada regulasi mengatur pola pernikahan dini sesuai Undang-undang. Apalagi kalau tidak ditemukan kejadian khusus dari Calon Pengantin (Catin). Sebut saja pelanggaran terhadap norma agama dan aturan lainnya yang berlaku di masyarakat.

Pelaksana Tugas Bupati Bantaeng sejak 15 Februari 2018 mengaku jika Pemkab Bantaeng dan jajarannya telah berbuat maksimal mensosialisasikan dampak pernikahan dini. "Melalui Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak begitu gencar lakukan sosialisasi, memberi pendampingan dan pemahaman. Begitu juga dengan PKK, GOW, DWP dan semua organisasi wanita yang ada. Munculnya kejadian ini, kita tidak bisa berbuat banyak karena sudah diberi Dispensasi oleh Pengadilan Agama dengan pertimbangan tertentu. Yang pasti aturannya sudah ditaati, semoga tidak terulang di masa mendatang pernikahan di bawah umur.

Diketahui perempuan berinisial (FA) dulu tinggal di Kampung Jagong Kelurahan Mallilingi, Kecamatan Bantaeng. Lalu pindah di Jalan Sungai Calendu, Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng. Hidup berpindah dan merasa perlu menentukan sikap menyusun rencana berkeluarga bersama sang pacar.

Mengaku 3 bersaudara dan selama ini terpisah jauh dengan keluarga. Sehingga tinggal di rumah tantenya. Karena merasa tidak enak dengan tantenya, akhirnya minta menikah saat masih duduk di bangku Kelas III SMP. Sementara laki-laki berinisial (S) hanya sampai Kelas IV SD.

Keduanya telah dinikahkan sekitar 2 bulan lalu oleh pihak keluarga dan melangsungkan pesta resepsi. Namun hingga kini belum mengantongi Buku Nikah karena saat itu ditolak KUA Kecamatan Bantaeng dengan dikeluarkannya blanko N9 (Penolakan Pencatatan).

Berlanjut Dispensasi telah diberikan Pengadilan Agama Kabupaten Bantaeng, pasangan ini kembali akan dinikahkan di KUA Kecamatan Bantaeng pukul 10:00 Wita Senin pagi (16/04/2018). Selama dua bulan keduanya pun telah hidup serumah orang tua laki-laki di Kampung Erasayya, Desa Bonto Tiro, Kecamatan Sinoa.

Dari catatan Akta Kelahiran "S" usinya kini 16 tahun 8 delapan, sedang "FA" baru berusia 14 tahun 9 bulan. FA akui jika pernikahannya melanggar aturan Agama dan Pemerintah. "Sebenarnya ini memang melanggar, tapi kondisi yang membuat kami harus bersatu karena selama ini saya merasa sendirian. Waktu Bimbingan Perkawinan di Kantor KUA, saya dinasehati untuk jangan dulu hamil. Begitupun waktu ke Puskesmas untuk periksa, oleh petugas disana melarang saya hamil. Katanya kandungan saya belum siap." (AMBAE)

salam #AMBAE

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline