Ancaman perang global perlahan tapi pasti semakin nyata. Sejumlah fakta kian kasat mata. Setidaknya sejak 2010, hanya dua tahun setelah krisis ekonomi dunia 2008, tensi percaturan geopolitik global meningkat tajam.
Lihat saja, serial konflik dan perang regional terjadi di kawasan Eropa, Timur Tengah, dan Asia Pasifik. Era perlombaan senjata kembali lahir. Anggaran belaja militer dan pertahanan meningkat secara dramatis. Hubungan diplomatik rusak. Hingga ancaman perang terbuka di antara sesama negara adidaya yang semakin sering terdengar.
Ketegangan Regional
Ketegangan hubungan antara Rusia dengan Eropa-Amerika Serikat pada mulanya dipicu sengketa Krimea antara Rusia dan Ukraina pada 2014. Ketegangan ini berlanjut dengan sanksi ekonomi atas Rusia. Rusia semakin dicap "bad boy" karena diduga mengintervensi pilpres Amerika 2016. Juga, karena melakukan upaya pembunuhan double agent Rusia di Inggris. Rangkaian peristiwa itu berujung pada pengusiran diplomat dari masing-masing negara.
Sementara itu, konflik dan perang di Timur Tengah kini memasuki tahun kedelapan setelah Arab Spring (akhir 2010) dan kontra-Arab Spring (pertengahan 2013). Hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Konflik dan perang itu telah meluluhlantakkan seluruh tatanan politik, ekonomi, dan sosial di kawasan itu. Angka kematian dan pengungsi sudah terlalu mengerikan. Namun, yang lebih membahayakan dalam konflik itu adalah keterlibatan kekuatan militer dunia: AS, Eropa, Rusia dan China. Tak hanya itu, terdapat beberapa kekuatan besar regional lainnya yang terlibat, seperti Turki, Iran dan Saudi Arabia, serta kekuatan "non-state" dengan berbagai alirannya.
Bahkan, dalam beberapa waktu terakhir, benturan terbuka langsung antara pasukan AS dan Rusia mulai terjadi. Banyak pengamat mengatakan, trigger yang bisa menyebabkan terjadinya perang global kemungkinan besar berasal dari Timur Tengah.
Bagaimana dengan ketegangan di Asia Pasifik? Kita menyaksikan memanasnya situasi di Laut China Selatan yang melibatkan lima negara, yaitu China (termasuk Taiwan), Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina dan Indonesia.
Hotspot lain ada di Semenanjung Korea yang menjadi proxy bagi dua kekuatan lama yang berseteru, yaitu AS dan Rusia, yang mewakili dua kepentingan ideologis yang berbeda. Selain konflik antar-negara, kawasan Asia-Pasifik juga terkoyak oleh konflik lokal seperti di Rohingya dan potensi ISIS di Filipina.
Perlombaan Senjata & Belanja Militer
Di tengah serial konflik dan perang regional itu, perlombaan senjata canggih termasuk nuklir kembali bergaung. Korea Utara kini menjadi negara nuklir baru.