Lihat ke Halaman Asli

Shita Rahmawati Rahutomo

Corporate Communication, Corporate Secretary, Public Relation, ex jurnalis, akademisi, penulis, blogger, reviewer.

Joglo, Lambang Supremasi Kemapanan Masyarakat Jawa

Diperbarui: 14 November 2016   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sebuah rumah joglo di Jakarta tampak muka photo bu Shita R

Bayangkanlah, saat bangun tidur di pagi hari, kita bisa buka jendela lebar-lebar, merasakan segarnya udara pagi yang bersih dan sejuk, lalu suara gemericik air di kolam ditingkahi berkecipaknya puluhan ikan mas koi cantik yang berenang dengan riang. Tanaman dan rumput hijau memanja mata, dan bunga-bunga anggrek mengerling dengan genitnya. Bagaimana rasanya? Ya,..nyaman sekali di hati.

Itulah juga yang kurasakan tiap kali berkesempatan bertandang di rumah tradisional cantik ini. Sambil leyeh-leyeh menyandarkan badan di kursi malas (apalagi kalau kursi goyang wah..lebih enak lagi) sambil kaki merasakan halusnya teras marmer yang dingin. Pagi Minggu itu dilengkapi pisang goreng kapok yang mak nyus dan segelas the hangat yang mengaliri tenggorokan.

Meskipun matahari kemudian digantikan titik hujan tetap tak mengurangi kenikmatan. Tempias kucuran talang mengalir masuk kolam menggoda para ikan koi yang sibuk mencari makanan. Mulutnya yang megap-megap itu antusias melumat jari-jari tangan yang dipikirnya makanan. Kalau mereka tambah besar, betapa riuhnya nanti kolam batu ini.  

joglo1-5829219b4523bd9106549ab8.jpg

Nah, joglo sendiri adalah rumah tradisional Jawa yang hanya dimiliki oleh kalangan tertentu di Jawa, biasanya keluarga bangsawan dan para pengusaha. Karena joglo membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatan hingga pendiriannya. Jenis joglo sendiri banyak. Ada Joglo Mangkurat, Hageng, Sinom, Semar Tinandhu, Pangrawit, Jompongan yang sebagian besar merupakan tipikal Jawa selatan da nada juga Joglo Kudus, Jepara, Pati,dan Rembang. Masing-masing memiliki ciri yang berbeda. Namun pada perkembangan selanjutnya, Joglo kontemporer yang merupakan gabungan banyak aliran banyak diminati karena ia menggabungkan keindahan berbagai aliran.

Namun, biasanya joglo selalu memiliki pembagian tempat yang hamper sama. Biasanya terdapat pendopo, tempat terbuka tanpa sekat yang digunakan untuk mengadakan acara besar. Di Kesultanan Yogyakarta, Siti Hinggil merupakan tempat pisowanan agung, ketika Sultan bersama para nayaka praja mengadakan pertemuan dan membahas masalah penting negara.

Pringgitan adalah tempat menerima tamu yang dianggap lebih akrab hubungannya dengan keluarga, dan penghubung bagian wilayah yang lebih pribadi yaitu gandok kiwa dan gandok tengen. Gandok kiwa dulu merupakan area servis, tempat padusan (kamar mandi), pawon (dapur), dll. Gandok tengen menjadi area privasi, barisan kamar pemilik rumah yang disebut Sentong. Penjaga area privasi yang membatasi pendopo, dan pringgitan biasanya sketsel, sedangkan pembatas pringgitan dan ruangan yang lebih privasi digunakan gebyok.

Pernah mendengan ungkapan soko guru? Nah…soko guru merupakan empat tiang utama penyangga bangunan joglo agar bangunan stabil dan kokoh. Jadi generasi muda yang berkualitas adalah soko guru pembangunan bangsa Indonesia. Lak njih ngoten poro sedherek?

penampakan rumah dari tampak belakang, cantik bukan?

Seperti rumah tradisional Indonesia pada umumnya, joglo juga tak menggunakan paku dalam pembangunannya. Semua bagian rumah Joglo biasanya terbuat dari kayu, karena memiliki sifat kelenturan dibanding bahan solid seperti batu atau semen. Joglo juga menggunakan teknologi precast dalam istilah teknik sipil, yang kini banyak digunakan dalam dunia konstruksi.

Selain itu, Joglo menggunakan pasak, dan teknik penggabungan masing-masing  bagian rumah dari tiang penyangga, blandar, reng, usuk serta dinding-dinding rumah. Kenapa? Karena memberi ruang kelenturan gerak bagi bagian-bagian rumah saat menghadapi guncangan gempa, untuk meminimalisir kerusakan. Ingat! Pulau Jawa merupakan bagian dari barisan “Ring Of Fire” yang memiliki banyak gunung api aktif, titik pertemuan lempeng Pasifik dan Mediterania sehingga rawan terjadinya gempa . Canggih kan teknologi nenek moyang kita?

Nah dalam proses pembuatan joglo tidak main-main. Biasanya sang pembuat akan melakukan lelaku atau tirakat  terlebih dahulu, seperti berpuasa selama 40 hari agar diberi petunjuk Yang Kuasa agar pengerjaan bangunannya berjalan lancar. Proses pendirian bangunan joglo pun tak main-main. Harus dihitung hari weton pasangan suami istri pemilik dan dasar hitungan tersebut digunakan untuk menentukan hari pendirian soko guru, bagian pertama dari Joglo. Dalam hitungan kosmik Jawa, penentuan hari pendirian rumah menentukan nasib pemilik rumah. Rumit, ya? Banget!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline