Lihat ke Halaman Asli

Amas Mahmud

Pegiat Literasi

Problem Mendasar Parpol yang Dikuasai Cukong

Diperbarui: 18 April 2022   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Amas (Dokpri)


SERING
kali kita dengar partai politik atau parpol, disebut aset publik. Bahkan, lebih teknis lagi dikenalkan dengan istilah parpol merupakan properti publik.

Sebaiknya, sebelum lebih jauh, harusnya kita simak ketentuan perundang-undangan. Supaya rakyat tidak dibohongi dengan istilah-istilah yang sesat. Merujuk pada Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 tentang parpol, yang diubah dari Undang-undang Nomor 2 tahun 2008. Tentu ada penjelasan, defenisi (batasan) disana.

Pada pasal 1, ayat satu, jelas mengatakan bahwa partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan hak dan cita-cita. Untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota.

Artinya apa?, Parpol bukanlah aset publik. Bukan pula properti publik, seperti yang sering kita jumpai, nonton atau dengar di media massa yang disampaikan para pakar dan pengamat politik. Melainkan, parpol tidak lain ialah milik kelompok, swasta, atau segelintir orang. Yang sifatnya tertutup, terbatas. Sehingga rakyat tidak mendapat keleluasaan, kewenangan untuk mendikte urusan internal parpol.

Dalam penjelasan yang rinci, aset atau aktiva dapat dikatakan adalah semua sumber ekonomi atau nilai suatu kekayaan oleh suatu entitas tertentu dengan harapan memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang dapat diukur dalam satuan uang.

Sementara itu, properti menunjukkan kepada sesuatu yang biasanya dikenal sebagai entitas dalam kaitannya dengan kepemilikan seseorang atau sekelompok orang atas suatu hak eksklusif.  Ketika rakyat diedukasi untuk mengerti eksistensi dan posisi parpol, maka rakyat tidak lagi kaget.

Tidak lagi marah-marah, lalu melontarkan sumpah serapah kepada parpol tertentu yang memelihara ego sektoral. Menyerang membabi-buta parpol yang memelihara politik dinasti. Jika ada parpol yang teguh pendirian memperkuat peran oligarki, itu tidaklah masalah.

Karena perspektif sekaligus asal-muasal, sekaligus pertalian kepentingan parpol memang sudah seperti itu. Parpol tumbuh dengan logikanya sendiri. Tidak bisa publik (rakyat), mengacak-acak, ikut campur pengaturan kepentingan internal parpol. Sebab, parpol bukanlah milik publik.

Apalagi percaturan parpol untuk menggapai kepentingan parsial. Dalam argumen politik, untuk mencari simpati publik dan menarik sebanyak mungkin dukungan, elit parpol bisa saja berdalih bahwa parpol merupakan aset publik. Silahkan dikonfrontir ke lapangan, kalaulah parpol aset publik, berarti usulan dan kemauan rakyat diikuti.

Yang terjadi malah tidak. Dan itu hak prerogatif, hak independen parpol untuk tidak mendengar saran dan masukan rakyat. Karena mereka elit parpol lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Kemudian, ketika itu jalan, mereka tidak bisa disalahkan. Ada benarnya yang dilakukan itu.

Praktek yang terang-terangan dari elit parpol melahirkan kesimpulan bahwa parpol memang bukan aset publik. Juga bukan properti publik. Melainkan parpol milik segelintir orang, para investor politik dan elit parpol. Hanya merekalah yang efektif melakukan agregasi kepentingan dengan pola mereka sendiri. Nyatanya juga, protes rakyat soal dugaan perlakuan amoral, tidak terpuji politisi, tidak digubris elit parpol.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline