Lihat ke Halaman Asli

Amas Mahmud

Pegiat Literasi

Perusak, BuzzeRp Tempatnya di Tong Sampah

Diperbarui: 19 Oktober 2022   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penguasaan dan monopoli opini di media sosial, makin kencang didominasi buzzeRP. Siapa mereka?, publik mengenal mereka sebagai kelompok pemuja pemerintah. Mereka bekerja mati-matian memaksakan opini. Meski murahan, buzzeRP itu dibayar mahal.

Kehadiran buzzeRP sebetulnya yang membuat istilah "hoax'' ada. Penyebar informasi bohong atau hoax, lebih identik dilakukan buzzeRP. Tapi karena merasa superior, mereka mencari kambing hitam. Kebal hukum, buzzeRP merasa seperti Nabi di media sosial. Cara kerjanya massif, dan bersifat imitatif.

BuzzeRP menjadi maha benar. Bagaimana tidak, sesuatu yang tidak benar. Bohong, diulang-ulang dengan pencitraan, fakta-fakta kamuflase sehingga membuat kebohongan menjadi kebenaran. BuzzeRP tidak segan berperang membela Tuannya.

Mirisnya mereka disubsidi dari uang rakyat. Sulap, siasati anggaran negara untuk mengongkosi orang-orang yang membela pemerintah. Sungguh perbuatan yang tidak manusiawi dilakukan dengan mengubah informasi bohong menjadi benar. Sejatinya pemerintah itu butuh koreksi dan kritik publik.

Kemunculan buzzeRP yang menggila di era Jokowi, juga menjadi antitesis dari demokrasi damai sebelumnya. Kini demokrasi kisruh, diperlihatkan atau diambil contohnya dari dinamika media sosial. Mereka (BuzzeRP) adalah maha benar.

Memalukan, demi menafkahi keluarga buzzeRP rela membolak-balik fakta. Orang yang benar disalahkan. Stigma buruk dilabelkan kepada pihak yang menjadi rival mereka. Media sosial tempatnya buzzeRP beternak. Secara konseptual, sisi intelektual mereka rapuh.

Hanya mampu berdebat dan ribut dengan sesuatu dikulit saja. Yang inti persoalan jarang mereka sentuh dan selami. Karena pengetahuan dangkal itulah, buzzeRP begitu membabi buta mengajar lawannya.

Opini buruk, menciptakan lawan ilusif seperti "teroris", hanyalah hayalan mereka yang berlebihan. Hayalan yang didasarkan atas sentimen merek. BuzzeRP tidak segan-segan memproduksi kebencian. Membunuh karakter lawan.

Dengan data alakadarnya, mereka mengulang-ulang narasi buruk. Menjelek-jelekkan pihak tertentu yang dianggap menggangu operasi memuluskan kepentingan mereka. Seperti produk narasi kebencian yang dilakukan Desy, Abu Janda, dan Eko. 

Kelompok sok toleran, merasa diback-up oknum aparat kepolisian. Akhirnya bertindak superior, menghakimi orang lain. Menuding kelompok yang lain sebagai anti Pancasila. Perusak kerukunan, pembenci. Mereka sendiri lupa kalau mereka bertindak di luar kewajaran.  
Mereka makin brutal. Meradang dan brutal menyerang tokoh-tokoh agama dengan tuduhan teroris atau tuduhan intoleran. Begitu rendahnya argumen yang dibentuk. Jualan murah, kualitas rendah yang hanya dilirik orang-orang berintelektual rendah.

Ketika buzzeRP dibiarkan. Produksi opini sesat, menyesatkan, dan perpecahan sosial terjadi, maka yang rugi rakyat Indonesia. Jokowi sebagai Presiden Indonesia mesti memandang kebrutalan buzzeRP sebagai bahaya laten.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline