Lihat ke Halaman Asli

Amas Mahmud

Pegiat Literasi

Membumikan Gerakan Literasi

Diperbarui: 28 Februari 2022   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membangun kesadaran literasi (Dokpri)


MERDEKA 
yang produktif, kerap berfikir kritis, dan progresif menyukai gerakan literasi. Minimalnya, membaca buku dan mendiskusikannya. Itu bekal, modal, dan aset yang luar biasa. Terlebih bagi kaum intelektual, aktivis organisasi, dan kelompok pergerakan.

Tidak bermaksud menguburkan situasi iklim literasi hari ini. Sekedar sebagai otokritik, rekonstruksi tradisi literasi, bahwa praktek literasi di era pasca reformasi rupanya memudar. Kaum "intelektual modern", lebih nyaman belajar secara instan (google). Daripada membeli buku. Belajar dari buku yang lengkap.

Ruang-ruang diskusi jug lesu. Sepi dari pembahasan tema-tema kritis, tradisi intelektualitas redup. Selain bergeser karena kemalasan, kompetisi global juga memanjakan generasi kekinian. Penjajahan asing melalui budaya hedonisme mempengaruhi kelompok transformatif. Prinsip berfikir kritis, radikal, dan komprehensif tidak lagi menjadi jalan pilihan mereka.

Kearifan intelektual dan nilai lebih kaum aktivis pergerakan ukurannya ialah sejauh mana dirinya terbiasa, akrab, menyatu dengan gerakan literasi. Memudarlah disiplin, berpikir inovatif dan juga kreatif. Generasi 2000-an, merasa bangga jika bersaing dari hal-hal yang bersifat materialistik.

Jadi tidak sekedar membaca, berdiskusi sebetulnya. Tapi juga bagaimana mengaktualisasi aktivitas mulia itu dalam tulisan. Begitulah gerakan literasi ditumbuhkan. Karya, ruang tulis-menulis yang menjadi kekuatan dahsyat. Membaca, mendiskusikan, dan menulis merupakan satu paket alternatif menjaga kewarasan.

Kebiasaan baik membudayakan dan membumikan literasi akan menjadi sirkel, energi positif. Merupakan kekuatan bagi generasi yang tercerahkan. Menunjang sumber daya manusia, serta menjadi stok bagi cadangan intelektualitas bangsa. Yang dari situasi tersebut dapat menjadi suplayer bagi kepemimpinan bangsa Indonesia tercinta.

Gerakan literasi harusnya disemai benihnya. Dipupuk dan dirawat tiap waktu, meski dalam situasi terik maupun hujan deras, literasi sejatinya menjadi kehidupan baru bagi kita semua. Dimulai dari lingkup terkecil, keluarga dari dalam rumah. Lingkungan bertetangga sekitar, hingga Desa/Kelurahan. Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, hingga skala Nasional.

Dibuatkan ruang publik yang menunjang pembelajaran. Minimal di tiap Desa/Kelurahan ada Perpustakaan atau Rumah Baca. Kebiasaan literasi mesti ditanamkan sejak dini. Sejak anak-anak berusia sekolah. Dengan komitmen dan konsistensi itu, maka minat baca, berdiskusi, menulis, dan edukasi yang lebih luas akan terwujud. Dari proses inilah, perubahan kesadaran progresif akan lahir.

Sambil kita menunggu sekuel selanjutnya. Tidak ada salahnya, saatnya memulai dari diri kita sendiri. Jangan pernah mengabaikan, menafikkan proses literasi. Karena aktivitas literasilah yang melahirkan perubahan peradaban. Peradaban kuno, tradisional-konservatif menuju perubahan modern karena pengaruh gerakan literasi.

Ketahuilah, gerakan literasi itu dibumikan dengan tindakan. Contoh yang konkrit. Bukan sekedar wacana, opini, dan rancangan lisen, sketsa. Namun pelaksanaannya tidak dilakukan. Walau sedikit, gerakan literasi harus teraktualisasi. Jikalau kita apatis, maka proses literasi terabaikan. Lantas kita ditinggal berlalu oleh mesin perubahan.

Mulailah, jika tidak sekarang kapan lagi. Dan kitalah yang menjadi pelopor gerakan literasi itu. Bangun disiplin pribadi, untuk rutin melakukan literasi. Seperti yang dikatakan Voltaire, filsuf Perancis (1694-1778), semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir; semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline