Sosok misterius yang diduga menjadi otak penggelapan pajak Ban BCA sebesar Rp 375 miliar hingga saat ini masih belum terungkap. Dugaan korupsi berpartner dalam kasus pajak Bank BCA memang kian santer terdengar. Fakta Bank BCA adalah satu-satunya pihak yang diuntungkan dalam perkara ini memang tak terbantahkan. Oleh sebab itu KPK meyakini bahwa salah satu petinggi Bank BCA terlibat aktif dalam kasus ini.
Lalu siapakah sosok petinggi BCA yang diduga terlibat dalam skandal pajak Bank BCA?
pengamat hukum Universitas Islam Indonesia, Muzakir juga menduga bahwa pada kasus pajak BCA ini adalah tindak korupsi berpatner. “Itu kan suap menyuap berpatner, KPK harusnya bijaksana, kasus itu penetapanya ada dua. Kalau dari pihak BCA nya belum, itu harus segara dilakukan karena dikawatirkan bisa lenyap,”
mengenai dugaan keterlibatan petinggi BCA, pada kasus ini perlu dicermati soal adanya keanehan pada jajaran komisaris BCA. Ada yang menarik dari hasil putusan Rapat Umum Pemegang Saham Bank BCA, 6 Mei 2004. Rapat Umum Pemegang Saham BCA 6 Mei 2004 memutuskan bahwa
- Menerima pengunduran diri Bapak Alfred Hardianus Rahimone selaku komisaris Perseroan.
- Mengangkat Bapak Doktor Raden Pardede selaku Komisaris Perseroan.
Dua bulan sebelum Hadi Purnomo muluskan keberatan pajak BCA, Raden Pardede ditunjuk jadi Komisaris BCA, selain jabatan barunya sebagai komisaris BCA, Raden Pardede juga tengah menjabat sebagai Staf Khusus Menko Perekonomian (2004 - 2005). Bersamaan juga, Raden Pardede menjabat sebagai Wakil Koordinator Tim Asistensi Mentri Keuangan (2002 - 2004). Selain Staf Khusus Menko Perekonomian dan Wakil Koordinator Tim Asistensi Mentri Keuangan, Raden Pardede juga menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PPA. Jabatan-jabatan strategis yang mampu mendongkrak peluang permohonan pajak BCA diterima.
Sebelum Raden Pardede menjabat sebagai Komisaris BCA, Bank BCA telah terlebih dahulu mengajukan permohonan keberatan pajak ke Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) atas pengenaan pajak sebesar Rp 375 miliar pada NPL (Non Performing Loan/kredit macet) sebesar Rp 5,7 triliun. Oleh Direktorat Pajak Penghasilan (PPh), permohonan keberatan pajak BCA ditolak.
Oleh sebab itu BCA memerlukan back up dari instansi yang lebih tinggi untuk melobi Dirjen Pajak agar permohonan pajak BCA diterima. Disinilah peran Raden Pardede bermain. Raden Pardede selaku Komisaris Perseroan yang juga sekaligus menjabat di Kementrian Keuangan
Bukan kebetulan, Raden Pardede juga menjabat di PPA sebagai Wakil Direktur Utama. Raden Pardede juga menjabat di Kementerian Keuangan dan Kementerian Perekonomian pada saat bersamaan. Juga, Raden Pardede ditunjuk sebagai Komisaris BCA pada 6 Mei 2004.
Pemerintah juga punya kepentingan atas perkara pajak ini. Fakta bahwa pemerintah miliki 5,02 % saham di bank BCA, tentu ingin mendapatkan keuntungan lebih jika suatu saat saham miliknya dijual. Oleh sebab itu laba BCA harus ditingkatkan dan portofolio kredit macet harus diturunkan, agar nilai jualnya lebih tinggi. Ditemukanlah rumusan solusinya. Laba harus ditingkatkan dengan menekan pembayaran pajak atas NPL (kredit macet). Adalah dengan mengajukan keberatan pajak Rp 375 miliar kepada Ditjen Pajak, dimana Hadi Purnomo sudah pasang badan disana, ditambah bantuan dari Raden Pardede yang menjaga di level Kementerian Keuangan dan Kementerian Perekonomian.
sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, BCA diuntungkan dengan tidak membayar pajak dan nilai jual perusahaan bagus, pemerintah senang karena berpotensi nilai jual kembali sahamnya tidak anjlok.
Dengan didukung instansi yang lebih tinggi, kementrian keuangan, BCA punya bargaining point lebih kuat. Dengan adanya Raden Pardede sebagai Komisaris dan juga jabatan-jabatan strategisnya di kementrian keuangan disinyalir memperkuat lobi BCA ke Dirjen Pajak agar permohonan keberatan pajaknya diterima. Dua bulan setelah masuknya Raden Pardede di BCA sebagai Komisaris Perseroan, terbukti Hadi Poernomo secara tiba-tiba mengubah hasil telaah dari Direktorat PPh terkait permohonan keberatan pajak BCA yang awalnya menolak menjadi diterima.