Lihat ke Halaman Asli

Samadikun Buronan BLBI Tertangkap: Ingat Beras (BLBI), Ingat Cosmos (BCA)

Diperbarui: 22 April 2016   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru saja semalam Samadikun Hartono Buronan Kasus BLBI tiba di bandara Halim Perdana Kususma malam tadi 21 April 2016 pukul 20.30 WIB. Samadikun Hartono adalah tersangka kasus penyelewengan dana BLBI senilai Rp. 169 miliar. Samadikun menghilang saat hendak dieksekusi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 dengan pidana selama 4 tahun penjara. Dugaan saya meleset, saya kira Koruptor BLBI di Bank BCA yang ditangkap, ternyata Samadikun Maling Ayam BLBI yang ditangkap.

Tertangkapnya Maling Ayam Kasus BLBI

Boleh saya katakan tertangkapnya Samadikun sebagai prestasi dari penegak Hukum. Tapi perlu kita kritisi juga bahwa Samadikun adalah buronan yang status hukumnya sudah ingkrah. Artinya Samadikun sudah divonis bersalah dan hanya tinggal menjalani Hukuman. Untuk tertangkapnya samadikun ini boleh saja kita apresiasi. Prok, prok, prok.

Oke sekarang kita kritisi lebih dalam lagi kasus BLBI. Aliran dana BLBI yang didapatkan oleh Samadikun ialah sebesar Rp. 2.557.694.000.000, kita bulatkan saja sebesar 2,5 T. Lalu berapa aliran dana yang dikucurkan pemerintah kepada Bank-Bank dan para obligator BLBI dengan melakukan pinjaman kepada IMF (International Monetary Found ) saat itu? Ialah sebesar +/- 600 T ! artinya tertangkapnya samadikun bukanlah sebuah prestasi yang sangat besar.

BCA Buronan di Depan Mata

Siapa yang tak kenal dengan BCA. Ya,,Bank milik Salim Group (yang juga satu Group dengan Djarum), mendapatkan jatah yang Besar dari dana BLBI. Jika Samadikun melalui Modern Bank nya hanya mendapat kucuran dana 2,5 T maka dana yang didapatkan oleh BCA adalah +/-100 T.

Lalu bisa jadi Benar jika saya ungkapkan bahwa Samdikun hanya sekelas maling ayam yang ditangkap. Logikanya sederhana, jika kita mencuri dan merasa tidak mampu mebela diri, maka melarikan diri adalah pilihan yang wajar. Namun apabila kita mencuri tapi kita masih bisa mengendalikan pemerintah? Perusahaan yang kita miliki masih beroperasional dengan baik? Untuk apa kita kabur? Ya.. Bahwa Koruptor Besar BLBI tempatnya bukan di Luar Negeri, dia berada di depan mata kita, dia masih berada di ‘rumah’ kita.

Pajak BCA Gerbang Bongkar Koruptor BLBI

Mungkin sudah cukup sering saya ucapkan kalimat yang dulu dikatakan sendiri oleh pemimpin KPK ini, bahwa Kasus Korupsi Pajak BCA adalah Pintu Masuk terbongkarnya Koruptor BLBI. Kasus yang sudah setengah jalan ini seharusnya bisa diselesaikan oleh KPK. Hanya saja yang namanya hidup itu pilihan, pun juga dengan KPK dapat saja memilih untuk menyelesaikannya atau tidak. Duduk perkaranya adalah

Tepat 2 tahun yang lalu yaitu 21 April 2014 Mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 2002-2004. Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. Ketika itu, BCA mengajukan keberatan pajak atas non-performance loan yang nilainya Rp 5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Atas perbuatan ini, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 375 miliar.

Saat itu lembaga yang Hadi Poernomo pimpin tengah memeriksa laporan pajak Bank BCA tahun 1999. Pada laporan tersebut disebutkan bahwa Bank BCA membukukan laba fiscal sebesar Rp 174 miliar. Namun Direktorat Jenderal Pajak menemukan temuan lain, keuntungan laba fiskal BCA pada 1999 mencapai Rp 6,78 triliun. Pembengkakan laba fiskal ini bersumber dari transaksi pengalihan aset kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) Bank BCA ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 5,7 triliun. Oleh sebab itu pada 12 Juli 2003, BCA mengajukan keberatan ke Direktorat Pajak Penghasilan (PPH) atas pengenaan pajak sebesar Rp 375 miliar pada NPL (Non Performing Loan/kredit macet) sebesar Rp 5,7 triliun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline