Lihat ke Halaman Asli

Ai Maryati Solihah

seorang Ibu dengan dua orang anak

Selamat Bekerja Jokowi-Ma'ruf Amin, Pekerjaan Panjang Menantimu

Diperbarui: 21 Mei 2019   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi ini, Hp dibanjiri perolehan suara hasil rekapitulasi KPU semalam yang menyatakan 55,50% pasangan Jokowidodo-KH Makruf Amin unggul dari pasangan Prabowo-Sandiaga Uno. Jika demikian meski belum disampaikan secara resmi, data kolektif nasional sudah punya titik terang siapakah yang akan memimpin Indonesia ke depan. 

Tentu sebagai masyarakat yang konsen pada perubahan untuk tidak mengatakan siapa pun 9karena pasti punya pilihan) Presiden dan wapresnya, yang utama adalah bekerja melayani rakyat. segudang masalah kemanusiaan yang kita hadapi bukan halusinasi, ia membutuhkan tangan yang kokoh, konsisten dan peka dalam menyelesaikan masalah. 

Hiruk pikuk pilpres dan pileg semoga tidak terlalu menguras tenaga kebangsaan yang mengancam kohesi sosial dan kerukunan bangsa. Sebagai manusia yang mengagungkan persatuan, hendaknya siapa yang menang merangkul yang kalah dan mengajaknya bersikap legowo dan tetap mendengar ide-ide dan pikirannya yang brilian untuk membangun bangsa, bukan sebaliknya jumawa dan membuang begitu saja. 

Salah satu yang menjadi tantangan ke depan adalah agenda mengurangi kesenjangan gender dewasa ini. Pertama, di bidang pendidikan, perempuan cenderung menamatkan sekolah di tingkat yang lebih rendah dari laki-laki, meskipun pada jenjang perguruan tinggi, persentase perempuan yang mempunyai ijasah sedikit melebihi laki-laki. 

Hal ini tercermin dari persentase penduduk perempuan usia 25 tahun ke atas yang mempunyai ijasah perguruan tinggi sebesar 7,92 persen, sedikit lebih tinggi dari laki-laki dengan 7,91 persen. 

Namun pada jenjang SMA persentase penduduk perempuan yang mempunyai ijazah hanya 23,58 persen, lebih rendah dari laki-laki dengan persentase 29,14 persen (BPS,2016).

Kedua, di bidang kesehatan . Bidang kesehatan hasil Susenas tahun 2016 menunjukkan masih terdapat 20,30 persen ibu yang melahirkan tidak di fasilitas layanan kesehatan. 

Meskipun terjadi penurunan dibandingkan tahun 2015 (22,37 persen), namun angka ini dirasa masih cukup tinggi berdasarkan statistic  potensi desa 2014. Ketiga, dalam dunia kerja, partisipasi perempuan masih belum setara dengan laki-laki. Tercermin dari rata-rata upah pekerja laki-laki perbulan (2,43 juta rupiah)  lebih tinggi dari perempuan (1,98 juta rupiah) (BPS, 2016). 

Dan keempat di bidang politik pengambilan keputusan di ruang publik, peran perempuan masih sangat terbatas, yang tercermin dari partisipasi perempuan sebagai anggota parlemen yang masih sangat kecil yaitu hanya 17,32 persen pada tahun 2015. Ketidakmerataan pada bidang-bidang tersebut pada akhirnya akan menimbulkan ketimpangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan

Data ini perna penulis kemukakan dalam berbagai seminar untuk mengetuk pemilih memilih perempuan dan pasangan pilpres yang peka dan tanggap pada masalah kemanusiaan (perempuan dan anak). 

Sehingga menjadi sebuah refresentasi substansial dalam menentukan pilihan menjadi wakil rakyat. Saat inilah momentum menyuarakan agar keterpilihan perempuan dan pasangan Presiden tetap mengawal masalah kita dalam mengurangi gender Gap tersebut yang berdampak pada suramnya bonus demografi Indonesia di tahun 2035 nanti. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline