Lihat ke Halaman Asli

Ai Maryati Solihah

seorang Ibu dengan dua orang anak

Trik Cerdas Bermedsos

Diperbarui: 18 Maret 2017   19:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Beberapa hari ini saya dikagetkan dengan beragam info tentang penculikan anak, gambar-gambar mutilasi anak (maaf dari kepalanya yang terpisah hingga ususnya yang terburai), kemudian viral di media dan menjadi sarana copas dari grup ke grup medsos seperti WA dan FB yang berulang-ulang terkirim.

Dalam beberapa kasus yang serius Saya langsung bertanya kepada para pemangku kebijakan atau person yang bekerja dalam lembaga-lembaga perlindungan anak benarkah info tersebut? dan jawabannya rata-rata itu berita lama, Hoax dan tidak ada kejadian seperti itu di lokasi yang diberitakan. untuk itu saya harus lebih waspada dan benar-benar memiliki kecerdasan serta selektif dalam memahami berita.

Bagaimana caranya?

1. Membaca dengan logika. Bagaimana mungkin kita bisa mempercayai informasi yang tidak jelas sumbernya bahkan dengan tulisan yang tidak memenuhi asas jurnalistik, apalagi hanya sebatas copas dari grup ke grup WA. Diantaranya mungkin ada yang kebetulan benar-benar terjadi namun gunakanlah akal sehat dalam memahami pemberitaan tersebut. kasus-kasus kekerasan pada anak yang saat ini sedang ramai menjadi bahan berita yang bombastis dan ada kalanya memviralkan sesuatu yang sudah lama berlalu. salah satunya kasus anak 8 tahun yang kabur dari penjara. anak ini dibui karena bisa membunuh preman pasar yang konon membunuh ayahnya. sesuatu yang bombastis namun ini info tidak benar, bahkan mana mungkin terjadi sebab sudah ada UU Sistem Peradilan anak menyatakan anak di bawah 12 tahun tidak akan kena penjara. 

2. Tidak reaksioner dalam memahami berita. Rasa ingin berbagi dengan teman sahabat orang tua dan grups adalah gejala baru yang disebabkan derasnya arus informasi. namun jika dilatarbelakangi sikap tidak selektif akan menjadi bumerang sendiri, bahkan tidak disukai oleh orang lain. sehingga pikirkan baik-baik sesuatu yang akan dikirim kepada publik, apakah ini menjadi sesuatu yang berdampak positif atau sebaliknya. bahkan kalau sama sekali tidak paham konteks isi berita itu justru akan mengundang polemik baru bagi diri kita sendiri.

3. Belajar netiket . Perlu adanya cara-cara yang bijak dalam membangun masyarakat yang melek internet saat ini dengan menyerukan pentingnya Etika berinternet. Netiket atau Nettiquette,adalah etika dalam berkomunikasi menggunakan internet yang ditetapkan oleh IETF( The internet Enginnering Task Force). IETF adalah sebuah komunitas masyarakatinternasional yang terdiri dari para perancang jaringan, operator, penjual danpeneliti yang terkait dengan evolusi arsitektur dan pengoperasian internet.
Berikut salah satu contoh etika yang telah ditetapkan oleh IETF :
Netiket one to one communication Adalah kondisi dimana komunikasi terjadi antarindividu dalam sebuah dialog. Contoh komunikasi via email. Hal – hal yang dilarang :
a. Jangan terlalu banyak mengutip
b. Perlakukan email secara pribadi
c. Hati – hati dalam menggunakan huruf kapital
d. Jangan membicarakan orang lain
e. Jangan menggunakan CC (Carbon Copy)
f. Jangan gunakan format HTML
g. Jawablah secara masuk akal 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline