Otoritarianisme, Aparat dan Orde Baru
Kita sering kali disajikan sejarah kelam melalui pendidikan di sekolah maupun berbagai media tentang gaya kepemimpinan "tangan besi" rezim Orde Baru. Puncaknya ketika terjadi badai moneter yang membuat Indonesia kala itu kian terperosok dengan berbagai dampak ekonomi yang memunculkan gejolak sosial-politik dan tuntutan reformasi yang berhasil membuat Presiden Soeharto mengundurkan diri karena besarnya gelombang demonstrasi di berbagai daerah.
Gambaran tersebut sudah cukup bagi generasi Z (Generasi kelahiran rentang tahun 1995-2010) seperti saya untuk mempercayai betapa masyarakat ketika itu sudah cukup muak dengan gaya kepemimpinan otoriter yang dimainkan oleh Presiden Soeharto dalam menyalah gunakan peran dan fungsi dari para aparat, khususnya ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Tentu saja perspektif saya terhadap para aparat dengan fakta sejarah tersebut sedikit banyak mempengaruhi konotasi yang negatif.
Pada waktu terjadi "aksi damai" pada 2016 lalu atau yang lebih dikenal dengan peristiwa 411, besarnya jumlah masa yang memulai aksinya dari masjid istiqlal kala itu membuat saya bergidik dan khawatir. Bukan karena besarnya jumlah "jamaah" yang menyemarakan kegiatan tersebut, namun kekhawatiran saya muncul atas bagaimana pemerintah menyikapi haltersebut. Tentu saja akan lebih ngeri jika pemerintah salah dalam menangaani situasi tersebut.
Aksi 411 mengingatkan saya dengan peristiwa yang telah terjadi, yaitu Arab Spring. Arab Spring berhasil memporak porandakan stabilitas negara sekaliber Mesir, Tunisia hingga Suriah dikarenakan aparat keamanan yang cenderung menghadapi pendemo melalui kekerasan. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat nyatanya merupakan kesalahan fatal karena justru hal tersebut malah menarik simpati bagi para demonstran dan membuat skala kerusuhan semakin tak terbendung.
Api semakin tersulut ketika foto kekerasan yang dilakukan oleh aparat yang kemudian disebarkan dengan ungkapan status yang membuat geram, seram dan dibalut sedemikian rupa agar menyentuh. Belum lagi apabila sengaja diciptakan Hoax dengan mengambil foto lama atau foto dari peristiwa di negara lain yang kemudian melalui bebasnya ruang media sosial zaman sekarang untuk melancarkan propaganda tersebut.
Imbasnya negara seperti Mesir dan Tunisia jatuh karena tidak mampu menangani "taktik politik" tersebut dengan baik. Suriah untungnya berhasil "selamat" karena rakyatnya mulai sadar jika aksi mereka ditunganggi oleh berbagai macam kepentingan.
Kondisi tersebut tentunya berbeda jauh dengan kondisi saat Orde Baru berkuasa karena rezim seolah mengontrol semua media. Arus informasi yang dikuasi oleh rezim saat itu mampu membendung dengan mudah suara suara rakyat yang tak tersampaikan.
Aparat VS Demonstran "Pembela NKRI"
Aksi 411 nyatanya berhasil membuka mata saya bahwa aparat kita sekarang bukanlah aparat yang seperti pada saat Masa Orde Baru. Kepolisian yang kala itu dipimpin oleh Bapak Tito Karnavian berhasil menyelamatkan keberlangsungan demokrasi kita dengan konsep persuasifnya.