Lihat ke Halaman Asli

Amarila

Mahasiswa

Tentang Tulisan Selama Bulan Ramadhan

Diperbarui: 15 April 2021   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Bagi seorang 'penulis' yang telah akrab dengan karya sendiri, akan sangat asing rasanya jika tidak meninggalkan segores-dua gores tulisan. Entah untuk dinikmati pribadi atau pun dibagikan dengan khalayak.

Malam ini saya melakukan time travel melalui blog saya di wordpress, menyelami tulisan lama yang beberapa terbit dengan topik Ramadhan. Dan, bisa ditebak. Saya speechless. Benarkan ini semua tulisan saya ketika itu? Bagaimana bisa saya memiliki pemikiran seperti itu dulu padahal kini saya merasa downgrade

Tentu saja bukan untuk tenggelam dalam pesimis jika saya merasa diri di masa lalu lebih baik dari pada sekarang. Penilaian tentang pribadi pada dasarnya lebih didominasi oleh perasaan menyesal dan tidak bersyukur, yang mana hal tersebut muncul ketika self-love  dari diri sendiri tidak ditanamkan dengan baik. 

Saya percaya setiap orang memiliki proses masing-masing dalam pendewasaan, dan kita tidak menilai dengan sama karakter manusia 10 tahun lalu dengan 10 tahun yang akan datang karena manusia berubah. 

Kemudian, terkait tulisan yang merindukan empunya, saya memiliki rencana untuk tetap menyimpannya tanpa menjadikan arsip. Meskipun jika secara statistik pengunjung blog pribadi saya tidak banyak, saya harus berpegang pada tujuan menulis. Tidak semua tulisan ditujukan untuk orang lain. Ada kalanya kita hanya ingin menulis untuk mengingatkan diri sendiri.

Bukankah memang begitu? Sejak kecil sebagian orang telah menulis kegiatan hariannya dalam sebuah diary. Dewasa kemudian menemukan kenangan tersebut tersimpan rapi dan menjadi sesuatu yang bermacam rasa untuk diingat. 

Pun jika kita menulis untuk orang lain. Menuturkan kisah berbalut hikmah, mengajak orang lain untuk bersama membuat lingkungan sekitar sesuai dengan harapan. Kita tidak bisa mewujudkannya tanpa ada andil diri sendiri pada aktivitas itu.

Gimmick

Saya pernah ada pada tahap merasa semua yang telah saya tulis hanyalah omong kosong dan berakhir di selembar kertas tanpa makna. Muda-mudi saat ini menyebutnya cari sensasi. Meskipun tidak sampai sebegitunya (saya jarang menulis hal yang kontroversial tbh, tidak seberani itu!), tetap pemikiran bahwa apa yang saya tulis hanya untuk menaikkan personal branding sangat mengganggu gejolak idealisme pada masanya.

Lalu, saya pun mengalami masa yang panjang untuk bertarung dengan inner-self yang sangat berisik hingga suatu hari saya tidak sanggup mengatasinya sendiri dan memutuskan untuk quit dari persepsi masyarakat. Apa yang ingin saya katakan adalah, tidak apa-apa sebetulnya untuk memiliki beragam niat asal perbuatan yang dilakukan yaitu kebaikan. Lagi-lagi proses yang akan mengajarkan, trial and error untuk mencapai kondisi terbaik atas diri sendiri.

Ingat, ya! Terbaik, bukan sempurna.

Trust the Process

Sekarang bukan lagi hal yang lumrah untuk mewajarkan people fall in love with the event, not the process. Tidak ada kisah yang dituturkan tanpa konflik utama, tidak ada pelaut handal yang terbiasa mengatasi badai tanpa belajar dari yang dialaminya di masa lalu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline