Lihat ke Halaman Asli

Mengurai Mimpi

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kupeluk, kuciumi pipi anaku, sambil terus mengompres dahinya. Pagi ini sudah mulai reda panasnya, namun belum bisa aktif seperti hari hari biasanya. Sejak kemaren juga sudah tidak masuk paud, tapi mudah mudahan besok sudah sembuh dan bisa beraktifitas seperti sedia kala.

“Bu…ayah berangkat kerja dulu…” sambil mendorong sepeda motor keluar rumah.

“ Hati hati yah…” suara istriku sambil terisak, matanya masih kelihatan lebam karena menangis semalaman. Jiwanya tertekan, ais adalah anak pertama dan terkahir kami, sungguh sangat berat jika harus kehilanganya di usianya yang baru masuk tahun keempat.

“ Sudah bu…ais insyaAlloh lebih baik kok…” . Kuparkir motor ini dihalaman. Sejenak kupandangi wajah istriku yang sedikit pucat karena kelelahan dan kurang tidur. Ais pun masih Nampak lemas, hanya bola matanya yang berkedip seolah memintaku untuk menciumnya. Kupeluk dan kecup dahi istriku dan pipi ais bergantian . lalu ku bisikan pada istriku…

“ Berdo’alah kepada Alloh, mintalah yang terbaik untuk anak kita, ingat do’a seorang ibu pada anaknya itu mustajab..” , sejenak kuperhatikan istriku menangguk sambil menyeka airmata dipipinya dengan telapak kananya.

“ Iya yah…ayah pergi saja, nanti telat buka toko malah lari pelangganya” istriku sedikit lebih tegar jiwanya. Sekali lagi ku kecup pipi ais, lalu pergi meninggalkan rumah.

“ Ayah pergi ya bu…Assalamualaikum…” . Aku pun pergi dengan sepeda motorku, menuju sebuah toko kecildi pinggiran kota tempat ku menggelar lapak daganganku.

***

Sebelumjam lima sore biasanya aku sudah berkemas untuk pulang, namun hari ini aku harus lembur sampe jam sepuluh malam. Ini karena satu-satunya karyawanku siang tadi ijin untuk menghadiri acara pernikahan saudaranya di kampung. Apa boleh buat, meski sangat berat karena ais yang masih belum sehat dirumah. Kuambil hape disaku, ku pencet nomor istriku untu member tahu kalau aku pulang malam.

Lama ga diangkat, sudah dua kali aku mencoba menghubunginya…hatiku pun mulai ga enak…tuut..tuut…klek…!!!

“Assalamualaikum ..yah..” akhirnya istriku mengangkat teleponku. Sayup sayup terdengar suaranya rendah, lemah menggambarkan betapa badanya sangat lelah.

“ Wa alaikumusalam…ais gimana bu..? tanyaku

“ Sedang tidur yah…siang tadi rewel lagi, panasnya cukup tinggi…alhamdulillah sudah ashar tadi panasnya berangsur turun dan bisa tidur…” jelas istriku.

“ Oh ya yah…ma’af telat angkatnya, ibu ketiduran…tadi nina bobo ais jadi ikut ketidur…” tambah istriku dengan nada rendah…!!

“ Oh ya Alhamdulillah, ga apa apa ko bu…oh ya bu, malam ini ayah lembur, udin ijin pulang kampung karena adiknya menikah, jadi ayah pulang sekitar jam sepuluh malam.

“ Owh…udin ga masuk tadi yah ya..?? “ Tanya istriku….

“ Masuk, cuman setengah hari, siang tadi ijin…besok juga sudah masuk lagi kok, ibu ga apa apa kan…??”

“ Ga apa-apa kok yah…isnyaAlloh masih bisa jaga ais…”…balasnya rendah…

“ Ya sudah bu ya…kabari ayah kalau ada sesuatu …”

“ Iya yah…”

“ Assalamualaikaum…”

“Wa alaikumusalam….” Klek…telpon pun terputus, dan aku siap-siap menutup sementara toko untuk perge kemasjid, adzan magrib sebentar lagi berkumandang.

***

Jam di hape menunjukan hampir pukul Sembilan, terasa capek juga jaga sendiri seharian. Jalanan masih rame, sesekali masih ada pembeli yang mampir, walau hanya melihat-lihat atau sekedar tanya harga lalu pergi, ga masalah namanya juga usaha, sapa tau sudah ada minat cuman belum cukup uang dan akan balik lagi di lain waktu. Tiba-tiba hape ku bordering, kulihat istriku memanggil…

Klek…” Assalamualaikum bu…” …!!

“ Ayah pulang…cepet yah…ayah pulang, ais yah…ais…!!!” terdengar jelas isak tangis istriku dengan suaranya yang serak serak tanpa lagi menjawab salamku.

“ Kenapa ais bu…? Ais panas lagi ya…” tanyaku cemas..

“ Ais yaah….ais…” Suara istriku semakin parau, dan isak tangisnya yang semakin menjadi…

“ Iya..iya..ayah pulang sekarang…” kututup hape, dan segera berkemas membereskan barang daganganku.

Kulaju motorku sekencang-kencangnya, jarak dua puluh menit perjalanan kerumahku terasa beitu lama, terasa begitu jauhnya,tidak seperti hari hari biasa. Pikiranku kacau, yang ada di otaku hanya isak tangis istriku dan gambaran wajah ais. Tak lagi kuhiraukan ramainya kendaraan yang lalu lalang, hatiku berdebar, jantungku seakan berdetak begitu kencangnya, adrenalinku terasa mengalir sangat deras, beberapa mobil truck aku salip, bahkan lampu merah pun aku trobos…aku seakan tak peduli lagi dengan nyawa dan keselamatanku.

Sampai dirumah, kulihat wajah ais yang pucat, matanya melotot, badanya kejang-kejang.

“ Kenapa ais bu…?” sambil ku peluk dan pegangi erat erat tubuh ais yang kejang-kejang…!!, istriku hanya menagis, tak sanggup lagi bibirnya untuk berucap, wajahnya terlihat sangat pucat dan cemas.

“ Ayah bawa ais kerumah sakit bu..” . ku lilitkan selimut ke badan ais, ku gendong dan kupegang degang tangan kiri…

“naik apa yah…” sergah istriku…??

“Ga sempet lagi cari angkot bu…”. Dan langsung ku geber motorku, hanya dengan tangan kanan memegang kemudi, sementara tangan kiriku memeluk dan memegangi tubuh ais yang masih mengejang. Lelah dan capek seakan tak terasa, yang ada diotakku saat ini adalah sampai dengan segera ke rumah sakit. Bayangan wajah mungil ais mulai tersirat di wajahku, lucu gelak tawa dan tingkahnya membayang di kedua mataku. Tidak…aku harus focus, keselamatan ais masih dipertaruhkan, aku harus segaera dan selamat sampai rumah sakit.

Ku pacu motor ini dengan pasti, sedikit tambah kecepatan di saat jalanan agak sepi. Tetap waspada karena kemudi dengan satu tangan dan beban ditangan kiri sangat besar resiko oleng dan jatuh atau menbrak orang lain karena kemudi yang kurang stabil. Sampai dirumah sakit, aku langsung menuju Unit Gawat Darurat, beberapa perawat menyambutkau dengan sigap, ais dibaringkan diatas dipan besi, sambil didorong menuju ruang perawatan.

“ ma’af pak…bapak tunggu disini saja..” sergah salah seorang perawat…, aku tidak bisa memaksa bahkan tak sepatah katapun sempat terucap. Penat tubuh ini sangat terasa, tangan kiriku seakan kaku tak bisa diluruskan dari posisi merangkul tubuh ais tadi. Kutatap wajah ais yang pucat masi, kuperhatikan sejenak para perawat itu beraksi. Tiba-tiba kepalaku terasa pusing, pandanganku mulai kabur, ada dua bayangan yang mirip dari wajah ais dan tubuh para perawat didalam sana, sejenak ruangan seperti mati lampu, gelap…lep…dan tidak ada lagi yang bisa kulihat.

***

Hening, hanya gemericik air yang menyapaku, sejuk udara ini seakan menusuk, meenyelinap di setiap pori-pori tubuhku. Beberapa saat terdengar sayup-sayup canda tawa ceria anak-anak yang sedang bermain, kulangkahkan kakiku untuk mencari tau sumber canda tawa itu berasal. Ternyata dari sebuah taman yang indah, sekelompok anak-anak sedang bermain dari sinilah suara itu berasal. Hatiku begitu damai, begitu jelas warna dan suara yang kurasakan, rangkaian warna yang sangat indah, sangat jelas di tengah namun agak memudar di pingggirnya. Kuperhatikan mereka bermain dengan rianganya, berlari berkejaran, bergandengan tangan memutar dan berputar-putar.

Tak disangka salah seorang dari mereka menoleh dan tersenyum manis kepadaku, wajahnya riang, senyumnya renyah, melepaskan pegangan tangan temanya dan berlari menuju kearahku. Hatiku tersentak, mataku seakan terbelalak melihat apa yang kusaksikan saat ini.

“ Ayaaaahhh….”. Teriak anak itu kepadaku…!!!

“Ais..?” . Nadaku tidak percaya….!!, anak itu berlari terus kearahku, ku jongkokkan tubuhku menyambut sergapannya yang langsung bersarang di pelukanku.

“ Ais..?” kamu ga apa apa nduk….?” tanyaku heran…!!

“Ah ayah…emang ais kenapa…”, sambil menciumi pipiku dan menarik-narik jenggotku.

“Ayah ayo main…ais kenalin sama temen-teman baru ais…ayooo”, anak itu melepaskan pelukanya dan manarik tanganku, namun terlepas…dan terus berlari sambil sesekali menoleh dan melambaikan tanganya kepadaku, seakan memintaku untu mengejarnya.

“Ayo ayaaah…” , teriaknya lagi…, akupun tak kuasa menolak ajakanya, kucoba langkahkan kakiku namun tidak bisa, aku terhenyak…kutatap anak itu masih melambaikan tanganya kepadaku, namun kaki ini terasa berat, seperti di ikat pada sebatang tonggak kayu yang sangat kokoh. Aku mencoba meronta, namun tetap tidak bisa. Kukerahkan segenap tenaga namun tetap tak bisa. Kutatap lagi anak itu yang kembali bermain dengan teman-temanya, dia masih sesekali menoleh dan tersenyum kearahku. Hatiku trenyuh, kucoba sekali lagi untuk melepaskan kakiku dari jeratan ini, namun semakin kupaksa semakin lemah terasa tubuhku ini.

Aku hanya bisa menyaksikan anak itu bermain dari jauh, tidak lagi berharap bisa melepaskan diri dari jeratan ini, hanya ingin menyaksikan keriangan ini, hatiku damai, hatiku tentram belum pernah sedamai dan setentram ini hatiku kurasakan. Tiba-tiba muncul seberkas cahaya putih, kecil awalnya lalu membesar dan sangat menyilaukan, mataku tak sanggup menatapnya, ku halangi dengan telapak tanganku cahaya itu untuk bisa melihat anak-anak itu bermain, sekilas masih kulihat anak itu tersenyum manis kepadaku sebelum akhirnya mereka lenyap di telan cahaya yang menyilaukan itu. Akupun terhentak, seakan mataku terbangun dari sebuah mimpi yang indah.

“Sudah bangun pak..?” sayup terdengar seseorang menyapaku. Kubuka pelan telapak tanganku dari muka yang menutupi kedua mataku, seberkas cahaya kemilau mentari menerobos melalui jendela yang baru saja di buka oleh orang yang menyapaku. Aku terhenyak, otaku berputar dan berfikir antara sadar dan mimpi.

“Alhamdulillah bapak sudah siuman…” , ucapnya lagi.

“Oh iya…”. Pikiranku masih terbayang apa yang kulihat tadi. Sebuah gambaran yang sangat indah, sangat jelas warna dan suaranya.

“Bapak semalam pingsan, sekitar jam sepuluh malam…setelah mengantarkan putri bapak di UGD”. Hatiku tersentak, aku baru sadar kalau aku ada di rumah sakit.

“ Bagaimana ais..? bagaimana anaku..?” sergahku kalut…!!

“ Tenag pak, semua akan baik-baik saja kok, putri bapak sedang dalam penanganan tenaga ahli kami di ruang ICU”. Hah..ICU…!!

“ Kenapa dengan ais, dia sakit apa…?” tanyaku semakin penasaran…

“ Bapak tenang dulu…ga usah panik..”. Tak sabar dengan jawaban perawat ini, ingin rasanya aku bangkit dan berlari ke ruang ICU…!!

“ Tenang pak…sabar, sabar pak…kondisi bapak belum memungkinkan untuk bergrak banyak, putri bapak mengalami sedikit gangguan syaraf otak, akibat panas badanya yang sangat tinggi, selain itu juga ada gejala malaria”. Deg…hatiku tersentak…namun tidak ada yang bisa aku lakukan, benar kata perawat ini, badanku sangat lemah, tidak mungkin untuk bergerak banyak untuk beberapa saat.

Kutundukkan wajahku, kucoba kembali mengingat apa yang kusaksikan tadi. Sebuah gambaran yang sangat indah, sangat nyata dengan warna dan suara yang sangat jelas terasa. Ais…, ya…aku melihatnya bermain dengan anak-anak lainya, bermain dengan begitu riangnya, di taman yang sangat indah yang belum pernah aku melihat sebelumnya. Hatiku tersungkur, bulir bulir hangat mulai mengalir di pipiku, aku hanya bisa pasrah, hanya bisa berharap jika benar anaku akan bermain di taman itu, ajaklah serta ayah dan ibumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline