Lihat ke Halaman Asli

Amanda SalmaFaiqa

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Tujuan Memahami Retorika Dakwah

Diperbarui: 2 Juli 2024   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Amanda Salma Faiqa

Dosen dan mahasiswa Retorika UIN Syarif  Hidayatullah Jakarta

Tujuan dakwah termaktub dalam makna ayat berikut ini, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung" (QS. Ali Imran/3: 104).

Begiti juga, "Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik" (QS. Ali Imran/3: 110).

Teknik untuk mencapai tujuan dakwah itu, Nabi mengajari, "Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim).

Dalam retorika, dari sisi isi pesan yang disampaikan ada tiga tujuan retorika, yakni informatif, persuasif, dan rekreatif. Dari sisi ini bisa ditambahkan lagi, yakni edukatif dan advokatif. Kelima ujuan retorika ini berkaitan dengan tujuan dakwah. Maksudnya amar makruf dan nahi mungkar itu bersifat informati, persuasif, rekreatif, edukatif, dan advokatif.

Dari sisi cara menyampaikan pesan, tujuan retorika minimal ada dua, yakni monologika dan dialogika. Monologika adalah gaya bicara monolog atau searah. Umumnya disampaikan saat pidato, ceramah, dan khutbah. Dialogika adalah gaya bicara dialogis atau dua arah.

Dalam dakwah Nabi, banyak riwayat yang memuat dakwah dialogis ini. Pertama, dalam kitab Fathush Shamad mengutip satu hadits Nabi yang bersumber dari Ibnu Umar. Ibnu Umar bercerita, "Dalam satu perjalanan, kami bersama Rasulullah. Sekonyong-konyong seorang Arab pedalaman mendekat. 

Nabi meresponsnya dengan bertanya, "Wahai kisanak, kamu hendak kemana?" Orang itu menjawab, "Hendak pulang ke keluargaku". "Apakah kisanak menginginkan kebaikan?", seloroh Nabi. Orang itu menjawab, "Apakah itu?"

Nabi menjelaskan, "Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan (kamu bersaksi) bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya". Namun orang itu malah berkata, "Siapa saja yang akan bersaksi kepadamu untuk (membenarkan) ucapan tersebut?" Secara tangkas Nabi menjawab pertanyaan orang Arab pedalaman itu, "Pohon ini atau buah ini". 

Pohon tersebut berada di tepi jurang. Karena bumi mendekatkannya, seketika pohon tersebut ada di hadapan Nabi untuk menghadap beliau. Setelah itu, Nabi bersyahadat tiga kali. Pohon itupun bersyahadat seperti halnya Nabi. Kemudian pohon itu meninggalkan Nabi untuk kembali ke tempat asalnya".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline