Sebuah pertanyaan etis yang seharusnya diucapkan selalu ketika memperingati hari Kartini yakni apa pesan dan kesan yang mesti dipetik dan dihidupkan terus dari seorang Kartini?
Ada dua hal yang mesti direfleksikan secara etis.
Pertama, Kartini sebagai sosok perempuan Jawa yang sangat militan dengan kebudayaan Jawa (Indonesia). Ini terkait dengan pernak pernik budaya yang dikenakannya yakni baju kebaya.
Tentu kita telah ketahui bersama bahwa Kebaya merupakan salah satu identitas negara kita.
Ia berhasil melampaui sekat wilayah dan primordialisme budaya dalam hal ini konteks Jawa semata, melainkan telah menjadi perekat pemersatu di tengah multikulturalisme budaya dan tradisi di Indonesia.
Tentu salah satu tokoh yang paling berperan disini adalah berkat sosok dan perjuangan Raden Ajeng Kartini.
Kedua, mengenang sosok historik dari seorang tokoh dalam hal ini Raden Ajeng Kartini tentu tidak hanya sebatas pada pesan yang mau disampaikan melainkan kesan dari perjuangannya yakni emansipasi.
Emansipasi sejatinya perjuangan peradaban perempuan dalam menuntut keadilan dan kesetaraan.
Secara historis, sejarah peradaban dunia dan Indonesia secara khusus penuh dengan nuansa kekerasan dan penindasan.
Dan semuanya itu merupakan wilayah atau domainnya kaum laki-laki.
Konstruksi ini jelas semakin mempertegas hierarki nilai yakni laki-laki sebagai manusia nomor satu sedangkan perempuan hanya sebagai pelengkap semata.