Lihat ke Halaman Asli

Konstantinus Aman

Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Berusaha Normal dari Ketidaknormalan

Diperbarui: 9 Maret 2022   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret anak sekolah menenteng cerigen bawa air ketika cuaca agak cerah sehari (dokpri). 

Cuaca buruk tengah melanda perkampungan barat dari pulau Flores-NTT, selama Februari akhir dan Maret awal 2022 ini. Hujan angin serta kabut tebal menyelimuti wajah kampung. 

Pagi, siang dan sore hampir tiada bedanya. Sebab Wajah alam kampung dipenuhi oleh kabut dan hujan yang tiada hentinya. Mentari hampir hilang total. Dan yang mennetukan ritme waktu hanyalah aliran waktu yang ada di ponsel dan arloji. Sunguh Tak ada yang mampu mengendalikannya selain menikmati saja sambil ngopi atau melingkar di tungku api untuk menangkal dingin.

Dalam ritme perputaran musim, guyuran hujan kali ini sedikit aneh dari biasanya. Ia tidak lagi memuncak antara Desember dan Januari. Apakah ini sandiwara alam atau ketaksanggupan manusia dalam mengibuli gejala alam.

Saya pun sebisanya beraktivitas sebagaimana biasanya. Berbekalkan aliran waktu di arloji saya selalu berangkat menuju sekolah tempat saya mengabdi sebagai pendidik. Dengan mantel seadanya, saya selalu berupaya untuk aktivitas dengan normal.

Selama musim hujan yang tiada muaranya ini, setiap hari mulut berbusa, memarahi siswa yang karena cuaca menjadi alasan mutlak untuk terlambat. Hingga surat keterangan sakit selalu menghiasi meja wali kelas saya setiap hari. Bahkan ada yang tanpa keterangan sama sekali. 

Tak ada pemakluman khusus bagi siswa yang datang dari tempat yang jauh. Melintasi sungai yang besar dan pepohonan yang runtuh di sepanjang setapak.

Situasi ini memang selalu menimbulkan paradoks yang mau tak mau tak bisa dihindari. Tak ada instruksi khusus dari Menteri Pendidikan atau Dinas Pendidikan mengenai proses pembelajaran selama musim hujan. Indonesia memang luas. 

Tak terhitung jumlah sekolah yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Sekolah ya sekolah. Tanpa harus mengenal cuaca dan bahaya yang mengitarinya. Tak ada perlakuan khusus atau kebijakan fakultatif atau semacamnya.

Seperti halnya proses pendidikan di sekolah tempat saya mengabdi, selalu berusaha ‘normal’ walaupun keadaan tidak normal. siswa dan siswi dituntut berdisiplin sekalipun para pendidik hanya pandai mengucapkan jargon tentang disiplin. Terutama sekali di saat cuaca ekstrim melanda.

Saya memang pernah mendengar kata-kata seorang ‘motivator’ bahwa kendalikan apa yang bisa anda kendalikan. Sedangkan di luar itu tidak usah repot-repot. Karena hanya menguras energi saja. seperti halnya cuaca.

Akhirnya dengan mantel seadanya saya kembali mengejar kenormalan pembelajaran sekolah secara normal.

Salam pendidikan dari pelosok.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline