Lihat ke Halaman Asli

Konstantinus Aman

Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Melihat Bencana Sebagai Sebuah Kondisi Negativitas

Diperbarui: 9 Februari 2021   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Picture: detikinet.com


Tak bisa dipungkiri lagi, dunia tempat kita berpijak saat ini sudah semakin akut oleh beragam bencana. Pandemic virus korona yang semakin hari kian menakutkan telah menumpaskan jutaan nyawa manusia di atas muka  bumi.

2 Februari 2021, di seuruh dunia, jumlah orang yang terjangkit virus ini adalah 106 juta orang  58,9 juta sembuh dan 2,31 juta yang telah meninggal dunia. Sedangkan di Indonesia sampai dengan 6 Februari 2021 total kasus yang terkena Covid-19 adalah 1,15 juta. Angka kesembuhan mencapai 939.000 orang, sedangkan yang meninggal dunia yakni 31.393 orang (sumber: Wikipedia dan JHU CSSE COVID-19 Data).

Khusus untuk Indonesia, rentetan peristiwa kematian terus bergulir di awal tahun 2021 ini. Diawali dengan peristiwa jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 pada 9 Januari 2021 yang lalu dengan total korban yang meninggal dunia setelah berhasil diidentifikasi oleh Tim Disaster Victim Identifiction (DVI) Polri yakni 55 orang.

Belum sempat meratapi duka yang begitu dalam terutama dari keluarga korban pesawat, bumi Indonesia justru kembali bergolak dengan peristiwa gempa bumi yang menimpa warga Sulawesi Barat pada 12 Januari yang lalu. 90 orang nyawa manusia renggut sedangkan sebagian besar lainnya mengalami luka-luka. Warga yang selamat terpaksa harus hidup di tempat pengungsian sambil meratapi kesedihan dan penderitaan yang sangat menyesakkan itu.

Sedangkan di beberapa tempat lainnya juga mengalami bencana banjir besar yang melanda ribuan rumah warga. Seperti yang terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan, akibat luapan air yang meninggi 21 orang warga tewas sedangkan ribuan lainnya kehilangan harta benda dan dengan keterpaksaan harus berlindung diri di tempat pengungsian dengan hati tak tenang. Belum termasuk bencana atau musibah lainnya dengan beragam berita kehilangan yang tak terkira lainnya terutama nyawa manusia.

Sampai di sini, sebagai insan yang sekedar 'numpang' di atas bumi, tentu kita bertanya. Apakah ini merupakan bagian dari proses berakhirnya kehidupan di muka bumi ini? Juga sebagai insan yang bertuhan, kita mendefinisikan musibah yang terjadi demikian merupakan ganjaran dari Tuhan atas manusia di dunia yang sudah mulai lupa akan-Nya. Sebab demikianlah pada setiap bencana atau musibah, pertanyaan reflektif selalu muncul. Sebagaimana Ebiet G. Ade dalam lirik lagunya mengatakan "mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.". 

Entahlah.

Namun kepastian selalu datang bahwa saat ini kita telah, sedang dan akan diterpa musibah atau bencana. Di hadapan bencana terutama bencana alam kita sudah bukan lagi homo sapiens melainkan homo patiens, yakni makhluk yang mampu menderita. Dalam kondisi ini, bencana telah menciptakan chaos yang sangat brutal hingga eksistensi kita sudah terbelit di dalam sebuah kehidupan yang negativitas. 

Negativitas berarti sesuatu yang melampaui "sikap" atau "perilaku" yang memungkinkan sebuah pengalaman negative. Dalam magnetisme, yang negative adalah kutub lawan dari yang positif. Kita mempersepsikan eksistensi negativitas sebagai suatu kenyataan yang minus atau kekurangan. Namun bukan berarti ketiadaan atau nol. Dengan demikian, yang negative itu merupakan suatu daya yang menghisap dan membuat hal-hal menjadi minus.

Georg Simmel seorang filsuf Jerman telah memberikan sebuah makna yang lugas untuk negativitas, yaitu destruksi atau hal-hal yang destruktif. Sebagaimana ketika sedang berhadapan dengan gempa bumi dan banjir ataupun virus korona yang telah melumatkan ribuan hingga jutaan nyawa manusia, maka sejatinya situasi negativitas telah, sedang dan akan merampas, menganiaya, menghancurkan dan membasmi kita serta semua kehidupan di atas bumi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline