Mengkonsumsi teh setelah makan merupakan salah satu kebiasaan yang sering dilakukan oleh banyak orang di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kenikmatan teh yang memberikan cita rasa khas saat dikonsumsi dan hampir seluruh tempat makan menyediakan teh sebagai pilihan minuman di dalam menu yang disediakan. Selain itu, teh memiliki harga yang terjangkau dan termasuk salah satu minuman yang sangat mudah untuk dibuat (Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2023).
Teh memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh para penikmatnya. Namun, jika dikonsumsi secara berlebihan dan di waktu yang kurang tepat, teh dapat memberikan efek buruk bagi tubuh. Teh dapat menyebabkan risiko gangguan lambung, penurunan efisiensi pencernaan, dan berpengaruh terhadap penyerapan nutrisi (Hanzani, 2023). Gangguan penyerapan nutrisi ini akan menyebabkan penyakit bagi tubuh, seperti anemia.
Apa Itu Anemia?
World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa anemia adalah suatu kondisi ketika seseorang memiliki kadar Hb <11 g/dL atau kadar Hb kurang dari normal (World Health Organization, 2023). Terdapat berbagai penyebab terjadinya anemia, di antaranya adalah perdarahan atau kehilangan darah yang berakibat pada penurunan kadar Hb, kurangnya asupan nutrisi, dan defisiensi zat besi. Di Indonesia, diperkirakan bahwa sebagian besar kasus anemia yang terjadi diakibatkan oleh kekurangan zat besi, didukung oleh data yang tercantum dari salah satu penelitian bahwa sebanyak 72,3% anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi (Kamiudin et al., 2017).
Lalu, Apa Pengaruh Teh yang Dapat Mengganggu Kehamilan?
Teh mengandung zat tanin dan fitat yang dapat mengikat serta menghambat penyerapan zat besi dari makanan yang telah dikonsumsi. Selain itu, kekurangan zat besi dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi ibu yang sedang hamil karena dapat meningkatkan risiko untuk mengalami anemia. Tentunya, anemia pada kehamilan tidak hanya berdampak bagi sang ibu, tetapi juga dapat mempengaruhi kondisi bayi, seperti kejadian bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Menurut WHO, BBLR merupakan sebuah kondisi yang terjadi ketika berat lahir bayi kurang dari 2500 gram, berapapun usia kehamilannya (Cutland et al., 2017).
Selain kehamilan, proses menyusui juga akan terganggu ketika asupan zat besi kurang bagi sang ibu karena dapat mengakibatkan pemberian ASI kepada bayi tidak optimal dan berpotensi menghambat perkembangan bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Puteri Bungsu pada tahun 2015 menunjukkan bahwa kadar tanin pada teh celup memiliki hubungan yang signifikan terhadap anemia gizi besi pada ibu hamil di Puskesmas Citeureup Kabupaten Bogor dengan nilai p sebesar 0,044< 0,05 (H Jannah et al., 2019).
Dampak serta Cara Mencegah dan Mengatasi Terjadinya Anemia:
Beberapa dampak yang dapat terjadi ketika seorang ibu mengalami anemia di masa kehamilannya, meliputi pertumbuhan janin yang terhambat, bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), bayi lahir prematur atau sebelum waktunya, bayi mengalami kelainan genetik, risiko perdarahan ketika proses persalinan, bahkan anemia pada bayi yang dilahirkan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Anemia benar memiliki berbagai macam dampak kepada ibu hamil dan bayinya, tetapi anemia merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dan diatasi. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia, yaitu dengan cara mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, minum tablet tambah darah (TTD) sebanyak satu tablet per minggu sebelum hamil, dan segera melakukan check-up ke fasilitas pelayanan kesehatan ketika terdapat penyakit yang menyertai kehamilan ibu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).