Pengertian Audit Field Work
Field work / pekerjaan lapangan adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis dalam mengumpulkan bukti audit yang objektif mengenai operasi/kegiatan yang diaudit, kemudian mengevaluasinya untuk memastikan bahwa operasi/kegiatan tersebut sesuai dengan standar/kriteria yang dapat diterima dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, serta menyediakan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan oleh manajemen.
Audit field work adalah tahap dalam proses audit di mana auditor secara langsung terlibat dalam pengumpulan bukti-bukti audit di lokasi klien. Ini melibatkan berbagai aktivitas seperti:
Pemeriksaan dokumen: Memeriksa faktur, nota, kontrak, dan dokumen keuangan lainnya.
Wawancara: Berinteraksi dengan staf klien untuk mendapatkan penjelasan dan informasi tambahan.
Observasi: Mengamati langsung proses bisnis dan pengendalian internal klien.
Pengujian substantif: Melakukan pengujian rinci terhadap saldo akun dan transaksi.
Kasus Audit Field Work
Kasus audit field work yang cukup terkenal di Indonesia adalah kasus aliran dana Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). YPPI didirikan pada 30 April 1970, sebagai kelanjutan dari Yayasan Akademi Bank yang dibentuk pada 18 Desember 1958. Tujuan utama YPPI adalah untuk menyediakan pendidikan dan pelatihan bagi para profesional di sektor perbankan dan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam perbankan dan mendukung pengembangan industri perbankan di Indonesia. YPPI beroperasi di bawah naungan Bank Indonesia, dengan dukungan dari berbagai bank nasional, termasuk Bank Negara Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia.
Kasus aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) berakar dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan Bank Indonesia (BI) pada tahun 2005. Temuan awal menunjukkan adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana YPPI. Dalam proses pemeriksaan, BPK menemukan bahwa YPPI mengalami penurunan aset yang signifikan, dari Rp 271 miliar pada Juni 2003 menjadi Rp 179 miliar pada Desember 2003, serta adanya pencairan dana sebesar Rp 100 miliar yang tidak dicatat dalam laporan keuangan YPPI maupun BI.
Dana sebesar Rp 100 miliar tersebut diduga digunakan untuk kepentingan politik dan bantuan hukum bagi mantan pimpinan BI yang terlibat dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dari total tersebut, sekitar Rp 31,5 miliar dialokasikan kepada anggota DPR, sedangkan Rp 68,5 miliar digunakan untuk biaya hukum mantan pejabat BI. Proses pengambilan dana dilakukan dengan cara yang melanggar hukum, termasuk memindahkan dana dari rekening YPPI ke rekening BI sebelum akhirnya ditarik secara tunai.
Temuan Auditor
Auditor BPK menemukan bahwa sekitar Rp100 miliar dari dana YPPI digunakan secara tidak sah oleh Bank Indonesia (BI). Temuan ini muncul dari pemeriksaan laporan keuangan BI untuk tahun 2004, di mana terdapat penurunan signifikan pada aset YPPI, dari Rp271 miliar menjadi Rp179 miliar dalam periode yang sama.
Terdapat bukti manipulasi dalam pembukuan baik di YPPI maupun di BI. Pengeluaran dana YPPI tidak dicatat dengan benar dalam laporan keuangan, yang menunjukkan adanya rekayasa pembukuan untuk menyembunyikan penggunaan dana tersebut.
Sebagian dari dana tersebut, sekitar Rp31,5 miliar, diketahui mengalir ke anggota DPR untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang BI.
Kasus ini melibatkan beberapa mantan pejabat tinggi BI dan DPR, termasuk mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, yang ditetapkan sebagai tersangka.
Opini Auditor
Opini auditor terhadap kasus ini menunjukkan adanya ketidakpatuhan terhadap regulasi dan prinsip akuntansi yang berlaku. Auditor menyatakan bahwa hasil audit menunjukkan potensi korupsi yang tinggi dalam pengelolaan dana YPPI. Opini ini didasarkan pada temuan bahwa pengelolaan dan penggunaan dana tidak sesuai dengan tujuan pendirian yayasan, serta adanya manipulasi dalam laporan keuangan.
Tindak Lanjut
Atas saran dari ketua BPK, akhirnya KPK menindaklanjuti kasus tersebut dengan mengembalikan sebagian dana yang hilang. Sekitar Rp21 Miliar dari total kerugian negara telah berhasil dikembalikan, sementara sisa dana masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut. KPK juga berencana untuk menyita sisa dana yang belum dikembalikan setelah keputusan pengadilan terkait kasus ini.
DITULIS OLEH:
1. Irpan Ilmi Godzali Soenoe
2. Muhammad Fardan
3. Nayla Harissa
4. Resty Anita Az-zahra