Lihat ke Halaman Asli

Berjuang di Tengah Pilu

Diperbarui: 24 Februari 2021   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"Aarav bangun! Ayo cepat siap-siap"

Sedang enak-enaknya tidur tiba-tiba aku dibangunkan oleh sosok yang sudah tidak asing lagi bagiku. Itu ayahku yang membangunkanku agar segera bersiap untuk sholat subuh berjamaah di masjid. Sebenarnya aku berniat untuk menolak, bukannya malas tetapi karena sakit di badanku ini belum hilang. Ketika aku ingin berbicara, tiba-tiba ....

"Ayah tunggu lima menit lagi di bawah"

Kalimat itu keluar dari mulutnya. Kalimat yang tidak menerima sedikit pun bantahan disetiap katanya. Aku pun cepat-cepat bersiap untuk ke masjid karena takut ayah menunggu terlalu lama.

Nama orang yang disebut itu adalah namaku Aarav Alanza, remaja laki-laki yang sedang beranjak dewasa tetapi dipaksa untuk menjadi lebih dewasa karena suatu kondisi yang aku sendiri pun tak menyangka bahwa suatu kondisi tersebut adalah suatu kondisi yang harus aku jalani.

Tidak hanya sekarang bahkan sejak aku masih kecil pun aku sudah dihadapkan pada kondisi yang tidak disangka-sangka akan terjadi padaku. Semuanya berbeda dari apa yang aku harapkan. Aku terkejut ternyata hidup itu sangat menarik dan penuh dengan kejutan.

Pada awalnya semuanya baik-baik saja. Tenang bak air sungai yang mengalir tanpa ada riuh yang bersahutan kesana kemari mengganggu ketenangan sekitar. Tetapi perlahan aku mulai lelah berdiam diri di tengah rumah besar ini hanya dengan seorang asisten rumah tangga yang selalu setia menemaniku.

Aku kesepian disini. Setiap hari ditinggal kerja oleh kedua orang tuaku tanpa kenal waktu. Bahkan terkadang mereka pergi ke luar kota hanya untuk pekerjaan. Padahal aku disini anaknya sedang butuh perhatian dari mereka. Tetapi tak apa, perlahan aku bisa memakluminya.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Entah mengapa keadaan kedua orang tuaku semakin kesini semakin aneh. Terkadang mereka tidak bertegur sapa, kadang mereka tidak terlihat bersama, dan kadang salah satu dari mereka tidak pulang ke rumah.

Awalnya aku tidak memusingkan hal itu. Aku hanya sibuk dengan kegiatan yang biasa dilakukan dengan asisten rumah tanggaku yang selalu menemani dan merawatku setiap hari. Sampai suatu waktu aku yang tengah tertidur mendengar kegaduhan yang mengganggu tidurku. Otak polosku berpikir itu hanya suara televisi yang terlalu kencang saja. Aku mencoba membuka mataku karena suara itu sangat mengganguku tetapi ketika aku terbangun, aku melihat disekitarku tidak ada siapa-siapa. Akhirnya aku putuskan untuk mencari asisten rumah tanggaku. Tetapi sepertinya aku salah mengambil keputusan. Ketika aku sedang mencari asisten rumah tanggaku, aku melihat pemandangan yang sangat tidak indah. Dimana sekitar 100 meter di depanku, ayahku dengan teganya memukul dan menampar bundaku tanpa perasaan.

Aku yang waktu itu tidak mengerti apa-apa langsung berlari memeluk kaki bundaku sembari teriak dan menangis. Sangat kentara bahwa mereka sangat terkejut ketika aku datang dan ayahku segera pergi dari situ.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline