Melihat poster film Foxtrot Six aku langsung penasaran dan tertarik, sayangnya pada saat screening aku ga bisa datang. Alhamdulillah, Sabtu kemaren, bersama teman-teman dari Recome berkesempatan nonton film bergenre action yang diproduksi MD Entertaiment ini.
Dengan base film action Indonesia tahun lalu, 22 menit, karena sama "type" film, aku berharap menemukan film keren dengan tampilan lebih apik dan menyempurnakan film 22 menit, walau bukan produksi rumah produksi yang sama.
Awal cerita, dengan scene pendek di ceritakan hubungan Angga dan Sari. Hubungan asmara ini lah yang memulai cerita dengan latar belakang Indonesia 2030 dengan segala hal yang ingin disampaikan tentang Indonesia di tahun itu. Dari mulai kecanggihan teknologi, kondisi pemerintahan sampai kondisi sosial masyarakat. Tidak banyak durasi yang diberikan pada scene awal ini, tapi cukup memberi bekal buat melanjutkan isi cerita film.
Angga menjadi anggota parlemen yang berkuasa. Memiliki kehidupan mewah, namun dia harus kehilangan Sari yang hilang saat bertugas di daerah konflik. Indonesia di tahun 2030, memiliki partai yang berkuasa Piranas, dengan presidennya Barona, setelah berhasil menggulingkan presiden sebelumnya.
Sayangnya kondisi sosial Indonesia, kondisi masyarakat kelas bawah sangat jauh berbeda dengan kondisi sosial para pejabat dan kerabatnya. Masyarakat dalam kondisi kesulitan pangan dan selalu terintimidasi oleh kekuatan militer yang patuh pada presiden, sehingga di bentuklah kelompok oposisi yang bertujuan memperbaiki kehidupan masyarakat dan memerangi pemerintahan yang otoriter.
Sari yang dianggap hilang dan membuat Angga patah hati, ternyata memimpin gerakan ini. Dan harus saling berhadapan, pada awalnya. Namun setelah Sari memperlihatkan kondisi nyata masyarakat, Angga yang awalnya menjadi anggota parlemen dan berpihak pada pemerintah yang berkuasa, berbalik. Membantu perlawanan Reform, pergerakan yang di pimpin Sari, berjuang mengembalikan kondisi Indonesia kembali.
Mungkin ini film Indonesia pertama yang berani menampilkan Indonesia dimasa yang akan datang, dengan segala kemajuan terutama di bidang teknologi, terutama teknologi informasi dan persenjataan, dengan alur cerita yang mengalir. Adegan fight yang menarik dan, pastinya konflik yang juga menarik.
Sayangnya, nonton film ini aku merasa nonton cuplikan adegan film Over Lord. Karena beberapa adegan seperti 'dejavu' dari film Over Lord. Tidak hanya di adegan, tapi juga di beberapa dialog. Sayang banget, pada ide konflik dan seting sudah keren sebenarnya. Aku melihatnya ini langkah baru film action Indonesia. Dan satu scene, saat mengajak Bara untuk membantu pergerak reform pun 'ngutip' dari salah satu adegan film luar, aku lupa judul filmnya.
Hal lainnya yang mengganggu film ini acting awal dari pemimpin Gerram, mungkin ini arahan atau selera sutradara ya. Tapi, yang pasti adegan mengancam tidak berasa mengancam dan tidak terasa indah. Mengancam atau amarah tidak harus di ungkapan dengan nada tinggi dan teriakan. Untuk mengacam, nada rendah pun bisa lebih menakutkan.
Properti yang digunakan pemain. Sampai di titik alat komunikasi dan beberapa perlengkapan senjata sangat cukup mewakili tahun 2030, tidak pada kendaraan yang digunakan.
Siapa pun tau, yang di gunakan mobil Alphard keluaran tahun kapan, padahal, harusnya bisa di akali dengan CGI. Toh film ini banyak menggunakan teknologi ini buat settingnya.