Seminggu setelah gelombang tsunami menjamah selatan pulau Jawa dan sebagian Lampung. Puing-puing masih berserakan menandai ganasnya sang gelombang. Membungkam semua kata dan tawa mereka yang saat itu menikmati kebersamaan. Deru pecahan gelombang tsunami bersamaan dengan pekik mereka yang terbawa gelombang ketengah samudera.
Menyusuri liku jalan antara Merak-Labuan. Berlatar laut yang sedang tak bersahabat, puing-puing bangunan yang berserakan dan kendaraan yang terdampar kaku setelah tergulung tsunami.
Villa Stephanie menjadi saksi bisu ganasnya gelombang kala itu. Menghentikan suka cita yang ada, menggantikan derai tawa dan canda dengan histeria dan airmata. Melalui barang-barang yang tertinggal, terasa mencekam dan menakutkan kala itu.
Menyusuri tiap jengkal tanah bencana, yang di dalamnya terkubur berjuta kenangan dan nestapa. Berjejer mobil-mobil dan kerumunan orang-orang yang memberi dan menerima bantuan dari para relawan dalam berbagai bentuk.
Adalah Dinas Catatan Sipil (Capil) Labuan, yang menjadi salah satu posko pengumpulan dan penyaluran bantuan bagi para korban tsunami Banten. Bersama merasakan sedih dan dukanya. Dinas Capil Labuan kembali mengaktifkan fungsinya tepat sehari setelah tsunami menjamah. Membantu masyarakat yang kehilangan KTP dan atau KK, serta pembuatan surat keterangan kematian.
Dengan keterbatasan fasilitas, serta hiruk pikuknya kondisi Labuan, Capil sebagai salah satu perpanjangan tangan pemerintah, telah menyerahkan lebih dari 20 KTP dan atau KK serta Surat Keterangan Kematian bagi warga.
Tsunami Banten dan Lampung bukan bencana pertama yang melanda Indonesia. Dan setiap bencana yang terjadi masyarakat yang tidak terdampak dengan sigap menghimpun bantuan bagi korban. Begitu juga kali ini. Bantuan berbagai rupa terhimpun dari seluruh nusantara. Mencoba meringankan duka saudara sebangsa.
Seperti sore itu, dikantor Capil Labuan kedatangan 3 anak muda dari Jakarta dengan niat menyumbangkan pakaian bekas layak pakai dari koleksi pribadi mau pun hasil kolektif di antara keluarga terdekat. Niat tulus dan ikhlas membuat ketiganya menempuh ratusan kilometer dengan kendaraan motor untuk menyerahkan langsung baju-baju yang dimaksud. Subhanallah.
Demikian juga dengan para relawan yang bekerja saling bantu memberikan upaya terbaik bagi para korban. Sore itu suara ambulance memancing orang-orang mendekat. Harus diakui sirenenya membawa keperihan luar biasa bagi keluarga almarhum. Mengiris hati bagi keluarga yang harus kehilangan.
Semoga duka ini segera berakhir. Dan kebersamaan ini semoga abdi. aamiin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H