Lihat ke Halaman Asli

Amanda Rigata

Mahasiswa Universitas Airlangga

Lebaran 2022: Pandemi Covid-19 Masih Berlangsung, Perlukah Larangan Mudik Diberlakukan Lagi?

Diperbarui: 24 Mei 2022   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Melihat Perkembangan Kasus COVID-19 di Tahun 2022

Pada awal tahun 2022 dunia dihebohkan dengan Subvarian baru dari Omicron yaitu BA.1 dan tak lama kemudian Subvarian BA.2 juga muncul. Belum diketahui secara pasti dari mana asal Subvarian BA.1 dan BA.2 tersebut. Dilansir dari The Conversation, Subvarian Omicron paling awal yang terdeteksi, BA.1, pertama kali dilaporkan pada November 2021 di Afrika Selatan. 

Lalu, dikutip dari France24, BA.2 pertama kali teridentifikasi di India dan Afrika Selatan pada akhir 2021. Tetapi ada pula laporan lain yang menyatakan bahwa Subvarian BA.2 pertama kali muncul pada bulan November di Inggris. 

Belakangan ini lonjakan kasus pun terjadi di beberapa negara seperti Eropa, Hongkong, dan Cina. Bahkan, di negara-negara Eropa meliputi Inggris, Jerman, Perancis, dan Switzerland dikatakan bahwa Subvarian BA.2 memiliki tingkat penularan yang tinggi. Luhut Binsar Pandjaitan, selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves) menilai bahwa kenaikan kasus COVID-19 di beberapa negara Eropa. 

terjadi lantaran beberapa negara Eropa telah melonggarkan protokol kesehatan sehingga memicu penyebaran virus Subvarian Omicron BA.2. Disisi lain, juru bicara Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi menyatakan bahwasannya Subvarian Omicron BA.2 juga berkontribusi pada peningkatan laju perawatan pasien di sejumlah negara seperti Hong Kong, Inggris dan Korea Selatan. 

Indonesia tentunya perlu waspada terhadap adanya potensi lonjakan kasus akibat penyebaran virus Subvarian BA.2 karena karakteristiknya lebih cepat menular dan memiliki tingkat keparahan tinggi apabila seseorang terinfeksi. Gejala yang timbul umumnya mirip dengan subvarian BA.1 yang sudah menyebar di Indonesia seperti batuk, demam ataupun pilek. 

Meskipun begitu, vaksin COVID-19 yang beredar di Indonesia dipastikan masih efektif mencegah berbagai jenis Subvarian Omicron. Hal tersebut ditegaskan oleh Siti Nadia Tarmizi bahwa pada prinsipnya masyarakat harus melengkapi vaksinasi dua dosis hingga dosis ketiga karena vaksinasi akan meningkatkan pertahanan tubuh termasuk terhadap subvarian Omicron. 

Disisi lain, Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa masyarakat Indonesia memiliki tingkat kekebalan tinggi sehingga di Indonesia tidak terjadi lonjakan kasus COVID-19 meskipun terdapat virus Subvarian baru seperti BA.1 dan BA.2 ini. 

Budi juga menyatakan hal itu disebabkan karena kekebalan vaksinasi di Indonesia tinggi. Selain itu, dalam melakukan penyebaran vaksinasinya Indonesia juga cenderung lebih lambat daripada negara-negara Eropa yaitu di bulan September hingga Oktober 2021. 

Sebelum gencarnya vaksinasi massal pada bulan September, Indonesia juga telah mengalami lonjakan kasus akibat gelombang varian Delta yang sangat besar sehingga sebagian masyarakat Indonesia telah memiliki imunitas alami. Kombinasi keduanya itulah yang membuat masyarakat Indonesia memiliki double immunity, baik yang telah vaksin dahulu lalu tertular maupun sebaliknya.

Terkait Ibadah di Bulan Ramadhan, Mudik dan Hari Raya Idul Fitri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline