Lihat ke Halaman Asli

Penanganan Korupsi Daerah yang Tak Pernah Usai

Diperbarui: 10 Oktober 2023   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Amalia Putri Sulistyowati
NIM : 212111024
Kelas : HES 5A (UIN Raden Mas Said Surakarta)

Berikut merupakan hasil review dari salah satu sub bab buku yang ditulis oleh Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag. yang berjudul "Agama Agenda Demokrasi dan Perubahan Sosial", (Yogyakarta: Deepublish, 2015).

        Penyebab utama terjadinya korupsi yaitu dikarenakan adanya beberapa celah yang sangat mungkin untuk mendukung terlaksananya korupsi tersebut, seperti mengenai sistem administrasi pemerintahan yang tidak transparan, adanya politik dengan biaya tinggi, dan dana imbalan pada rekrutmen Aparatur Sipil Negara.

        Di beberapa daerah, kasus korupsi merupakan kasus lama yang belum selesai penanganannya lambat tetapi jalan terus, namun demikian ada beberapa kasus yang menjadi pelajaran bagi para pejabat pengelola anggaran, seperti korupsi yang bersumber dari APBN maupun APBD di daerah.

        Fenomena yang terjadi dalam penanganan kasus- kasus korupsi para koruptor kelas wahid yang diibaratkan seperti laksana tikus got yang menyeramkan, sehingga para penegak hukum harus tunduk padanya karena kekuatan maupun pengaruh dari kekuasaannya yang dilakukan dapat untuk menyuap penegak hukum kita.

       Dilihat dari yuridis empiris, penanganan perkara korupsi di daerah oleh kejaksaan sebenarnya telah banyak membuat jera pelaku korupsi khususnya di daerah. Namun beberapa kasus belum sepenuhnya mampu menjerat koruptor, karena persoalan sumber daya dan ketegasan dari aparat penegak hukum sendiri, sehingga masih ada kasus korupsi yang dimana memang benar telah terjadi kasus korupsi. Tetapi perangkat hukum tidak mampu membuktikan dan menjerat tersangka. Oleh karena itu kasus koprusi yang berat akan dilimpahkan ke KPK.

        Sedangkan apabila dilihat dari yuridis normatif, bergesernya korupsi dari pusat ke daerah seiring dengan kewenangan yang diberikan melalui UU No. 22 Tahun 1999 diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004. Kepala daerah dan perangkat daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola anggaran belanja daerah. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri, bahwa dengan adanya hal tersebut dapat menjadi salah satu penyebab maraknya kasus korupsi di daerah. Tidak hanya itu, sementara upaya untuk mewujudkan good governance di daerah juga belum berjalan maksimal, yang dimana diakibatkan masih banyaknya kasus tindak pidana korupsi di daerah yang masih menjadi makanan sehari-hari para aparat penegak hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline