Lihat ke Halaman Asli

Amallia AndiniSaputri

Universitas Indonesia

Peran Vital Ormas Agama dalam Pemberdayaan Perempuan dan Aktivisme Sosial di Indonesia

Diperbarui: 15 Oktober 2024   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemberdayaan perempuan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama terlihat dalam pemilu 2019, di mana keterwakilan perempuan di DPR RI mencapai 112 orang (19,48%) dilansir dari KPU, yang merupakan angka tertinggi dalam sejarah pemilu di tanah air. Peningkatan ini dapat dikaitkan dengan adanya regulasi yang mendukung, seperti UU Nomor 12 Tahun 2003 dan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yang menetapkan kuota minimal 30% untuk calon anggota legislatif perempuan.

Menjelang Pemilu 2024, tren positif ini terus berlanjut dengan 37,7% dari 10.323 bakal calon legislatif merupakan perempuan, melebihi batas minimal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007. Partai Ummat, yang mencatat proporsi tertinggi sebesar 50% perempuan, menunjukkan bahwa keterlibatan tokoh-tokoh dari ormas Islam dalam struktur partai dapat memperkuat keterwakilan perempuan, diikuti oleh Partai Garuda dan Partai Persatuan Indonesia dengan masing-masing 46% dan 43% dilansir dari IndonesiaBaik.

Dalam konteks ini, organisasi masyarakat (ormas) agama diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam advokasi dan pendidikan untuk mendukung partisipasi perempuan yang lebih luas dalam ranah politik. Aktivisme sosial di Indonesia sering melibatkan ormas agama yang memainkan peran penting dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Dengan fokus tidak hanya pada ranah spiritual, ormas agama juga berkontribusi dalam membangun kapasitas perempuan melalui pendidikan, advokasi, dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.

Salah satu kekuatan utama organisasi masyarakat (ormas) agama adalah kemampuannya dalam membangun kebersamaan dan solidaritas di antara berbagai kelompok dengan tujuan yang sejalan. Mereka menjalin kerja sama dengan organisasi non-agama, LSM, dan komunitas lokal untuk meningkatkan kesadaran mengenai isu-isu yang dihadapi perempuan, seperti kekerasan berbasis gender, kesenjangan dalam pendidikan, dan diskriminasi sosial. Dengan demikian, ormas agama memiliki peran yang signifikan dalam melindungi hak-hak perempuan di berbagai tingkatan, termasuk di tingkat komunitas.

Di sisi lain, ormas perempuan berfungsi sebagai platform bagi perempuan di akar rumput untuk belajar berorganisasi dan mengembangkan potensi mereka. Selain itu, ormas ini juga menjadi sumber penting bagi partai politik dalam mencari calon perempuan berkualitas yang siap berpartisipasi dalam politik elektoral. Melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan, perempuan diharapkan mampu memperkuat peran mereka dalam pengambilan keputusan, baik di level lokal maupun nasional.

Sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki dua organisasi perempuan, yaitu Muslimat dan Fatayat. Keduanya memberikan ruang bagi perempuan untuk berorganisasi dan berpartisipasi dalam dunia politik. NU mendorong keterlibatan perempuan dalam proses pembuatan kebijakan, sehingga kebijakan yang menguntungkan hak-hak perempuan dapat diperjuangkan.

Kontribusi nyata ormas agama dapat dilihat dari organisasi 'Aisyiyah, yang merupakan organisasi perempuan pertama di Indonesia. 'Aisyiyah telah membuat kemajuan signifikan dalam memberantas buta huruf di kalangan perempuan dan mempromosikan pendidikan keagamaan yang inklusif. Organisasi ini telah mendirikan berbagai institusi pendidikan, termasuk universitas, yang bertujuan memberdayakan perempuan dan meningkatkan akses mereka terhadap pendidikan tinggi. Hal ini memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam ranah ekonomi, sosial, dan politik.

Selain itu, Muslimat NU juga berperan penting dalam advokasi kebijakan publik yang pro-perempuan. Mereka secara konsisten menyuarakan penolakan terhadap pernikahan dini dan mendorong akses pendidikan bagi perempuan muda, terutama di daerah pedesaan. Pada tahun 2023, Muslimat NU bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk menyelenggarakan program "Perempuan Cerdas" yang menargetkan 10.000 perempuan di daerah terpencil agar dapat mengakses pendidikan keterampilan melalui program daring.

Organisasi masyarakat berbasis agama, seperti Pimpinan Pusat (PP) Muslimat NU di Indonesia, tidak hanya berperan langsung dalam perjuangan hak-hak perempuan, tetapi juga berfungsi sebagai mentor dan pengajar bagi organisasi lain. Mereka berbagi pengetahuan dan keterampilan untuk menjalankan kampanye sosial yang efektif. Salah satu contoh nyata adalah program pelatihan yang dilakukan oleh Muslimat NU, di mana organisasi perempuan di tingkat lokal diundang untuk mengikuti workshop tentang manajemen organisasi dan strategi advokasi. Tujuan dari program ini adalah memperkuat kapasitas mereka agar lebih mandiri dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di komunitas.

Melalui pelatihan Kader Perempuan Penggerak Desa, Muslimat NU berupaya memberdayakan perempuan dengan meningkatkan pemahaman mereka tentang kebijakan pembangunan desa dan partisipasi masyarakat. Mereka juga mendorong perempuan, termasuk mantan pekerja migran, untuk mengembangkan usaha ekonomi produktif berbasis potensi lokal, guna meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengurangi minat menjadi pekerja migran. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan tentang demokrasi, bedah anggaran, serta ruang partisipasi perempuan dalam perencanaan pembangunan desa. Fokus pada penyadaran sosial dan transfer pengetahuan ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan organisasi internasional di daerah-daerah dengan harapan agar perempuan menjadi lebih mandiri dan memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam pembangunan desa.

Salah satu contoh sukses dari pemberdayaan ini adalah Diah Pikatan Orissa Putri Haprani, yang terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2024-2029. Sebagai putri sulung Ketua DPR RI, Puan Maharani, Diah menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan isu-isu terkait anak, perempuan, dan disabilitas selama masa jabatannya. Komitmen ini merupakan salah satu wujud nyata bahwa perempuan dapat memainkan peran signifikan dalam politik, bukan hanya sebagai pendukung tetapi juga sebagai pengambil keputusan yang berdampak. Dengan adanya perwakilan perempuan di lembaga legislatif, diharapkan suara dan kepentingan perempuan serta kelompok rentan lainnya lebih terwakili dan diperjuangkan secara efektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline