Lihat ke Halaman Asli

Amalia Vilistin

Mahasiswa Jurnalistik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Syiah Vs Sunni: Mungkinkah Terintegrasi Lewat "Bhineka Tunggal Ika"?

Diperbarui: 23 Desember 2023   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber. Media Mahasiswa Indonesia 

Bhinneka Tunggal Ika adalah konsep persatuan dalam keberagaman yang telah digunakan untuk memperkuat integrasi nasional di Indonesia. Penting untuk memahami dan menerapkan konsep Bhinneka Tunggal Ika untuk mengatasi konflik, serta mempromosikan perdamaian dan harmoni antar komunitas agama yang berbeda di Indonesia.

Namun, mengintegrasikan suatu komunitas, atau aliran agama yang berbeda melalui Bhinneka Tunggal Ika memerlukan lebih dari sekadar slogan, tetapi juga tindakan dan kebijakan konkret yang mempromosikan toleransi, saling menghormati, dan saling memahami antar keduanya. Salah satunya adalah terkait perbedaan Sunni dan Syiah yang belum berujung hingga saat ini.

Lalu, bisakah keduanya terintegrasi melalui Bhineka Tunggal Ika di dalam Nusantara?

Saat Orde Baru, pemerintah rezim memiliki kecenderungan untuk waspada terhadap penyebaran ajaran Syiah karena khawatir bahwa dampak Revolusi Iran dapat mencapai Indonesia, sehingga mengancam stabilitas nasional. Oleh karena itu, pemerintah Orde Baru melakukan pengawasan ketat terhadap semua pihak yang terkait dengan Syiah. Mereka menggunakan aparat, termasuk MUI, untuk memantau aktivitas dakwah Syiah dan memberikan informasi kepada publik mengenai potensi risiko ajaran tersebut.

Pada tahun 1984, MUI mengadakan pertemuan nasional tahunan yang menghasilkan sejumlah rekomendasi. Rekomendasi tersebut menekankan perbedaan tajam antara Sunni dan Syiah. Hasil rekomendasi dari MUI berfungsi sebagai peringatan dan kewaspadaan bagi kelompok Sunni atau Ahlussunnah wal Jamaah terhadap potensi infiltrasi paham atau ajaran Syiah.

Sikap represif terhadap Syiah mulai ditunjukkan oleh sebagian kelompok Muslim di Indonesia. Selain melalui kajian, seminar, dan penerbitan buku anti-Syiah, terkadang tindakan kekerasan juga terjadi. Hal ini menarik perhatian karena Syiah merupakan salah satu aliran teologis minoritas di Indonesia dan seringkali mengalami perlakuan diskriminatif.

Kejadian terkini yang dikenal adalah insiden pengeroyokan acara Midodareni (do'a bersama menjelang pernikahan dalam adat Jawa) oleh sekelompok oknum intoleran yang diduga berhubungan dengan ajaran Syiah. Tindakan konfrontatif hingga ke tingkat kekerasan tidak dapat dibenarkan, baik dari segi agama maupun kemanusiaan.

Pertanyaannya, jika kita dapat bersikap toleran terhadap penganut agama lain, mengapa kita harus berlaku keras terhadap keyakinan dari aliran lain?

Pentingnya Sikap Moderat

Sikap moderat menjadi sikap penting yang dikuasai dalam praktik Islam di Indonesia. Kita percaya bahwa umat Islam di negara ini harus memiliki tekad kuat untuk menjadikan sikap moderat sebagai ciri khas mereka. Buya Syafii Maarif memberikan peringatan bijak bahwa mengimpor paham Islam yang berpotensi menciptakan konflik dan perpecahan akan menjadi keputusan yang tidak cerdas.

Selain itu, Gus Ulil Abshar Abdalla juga dengan tegas menyatakan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah memiliki kapabilitas untuk menghindari perpecahan yang dapat timbul akibat politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline