Judul: Gajah Mada Takhta dan Angkara
Pengarang: Langit Kresna Hariadi
Tahun: 2012
Penerbit: Tiga Serangkai
Novel ini dibuka dengan peristiwa mangkatnya prabu Jayanegara yang dibunuh Ra Tanca, sembilan tahun pasca pemberontakan Dharmaputra. Kisah dalam novel ini berpusat pada kemelut perebutan takhta pasca kematian Jayanegara. Dalam novel ini diceritakan ada dua kandidat putri Raden Wijaya yang tersisa, untuk menggantikan Prabu Jayanegara (saudara laki-laki mereka) menduduki singgasana takhta Majapahit. Dalam kebimbangan pengambilan keputusan tersebut, kemudian naik takhtalah Ratu Gayatri untuk mengisi singgasana kekuasaan sementara dan untuk memberi waktu dalam mempertimbangkan pemilihan antara dua putri tesebut, siapa yang akan menduduki kursi takhta, yakni antara Dyah Wiyat dan Sri Gitarja.
Pergantian kekuasaan tersebut tentu memicu keserakahan berbagai pihak untuk menduduki kursi kekuasaan Majapahit. Persoalan pemilihan penerus takhta Majapahit tersebut tentu tak semudah kelihatannya, meski antara kedua Sekar Kedaton saling menerima siapa saja yang akan menduduki takhta. Akan tetapi mulailah muncul dua kubu pendukung calon suami kedua putri tersebut yang saling bersaing untuk menjadi raja-sebab menjadi calon suami pemimpin Majapahit berarti menjadi raja Majapahit. Kedua kubu tersebut itu adalah kubu pendukung Raden Cakradara-calon suami Sri Gitarja dan kubu pendukung Raden Kudamerta-calon suami Dyah Wiyat.
Ditengah masa duka mangkatnya Prabu Jayanegara, muncul berbagai masalah beruntun. Mulai dari pembunuhan beruntun orang-orang pendukung Raden Kudamerta, dugaan adanya pergerakan makar, terkuaknya rahasia calon suami Sekar Kedaton, dan misteri latar belakang pembunuhan Prabu Jayanegara yang belum terpecahkan.
Novel ini menyorot bagaimana sepak terjang pasukan taktis Majapahit Bhayangkara dalam menemukan informasi sebagai telik sandi serta kepiawaian bertarung dengan kepemimpinan Gajah Mada dalam menghadapi pergolakan di Wilkwatikta. Dinamika hubungan antara pasukan Bhayangkara dalam novel ini juga cukup menarik, kisah tentang penebusan rasa bersalah, kesetiaan dan persahabatan juga mewarnai jalan cerita. Dalam novel ini kita akan menemukan ciri khas masyarakat Jawa, yakni rasa pengabdian masyarakat Jawa yang tinggi yang tercermin ketika Jayanegara mangkat, yang diratapi rakyat Majapahit dan dengan sukarela membantu membangun candi untuk tempat pemakaman Prabu Jayanegara. Selain itu, Novel ini juga memberi sudut pandang baru bagaimana hukum penataan negara dalam Kitab Kutaramanawa ditegakkan, dimana dapat memberikan kita gambaran bahwa sebagai sebuah negara Majapahit tidak hanya negara yang tau berperang, negara ini memiliki pedoman hukum yang bagus yang melindungi semua makhluk hidup termasuk hewan langkah dan nyawa manusia dengan ditegakkan secara adil.
Novel ini berhasil menyajikan peristiwa sejarah dengan begitu tebalnya tanpa membuat bosan sekalipun. Novel menyulap cerita sejarah monoton menjadi kisah menarik dan penuh plot twist. Deskripsi mengenai keterangan ditulis rapi dan membantu pembaca dalam mengikuti alur cerita. Dari novel ini kita dapat belajar sejarah tanpa perlu menghafal urutan waktu,nama, dan tanggal, hanya dengan memahami cerita kita dapat memahami peristiwa dan nama tokoh dalam sejarah seperti mengikuti arus cerita.
Namun, ketika membaca novel ini pembaca sebaiknya membaca novel pertama dulu untuk lebih memahami jalan cerita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H