Lihat ke Halaman Asli

Darah Atas Putih

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Darah Atas Putih

“Sudah ya capek aku lari-larian terus.. niat sekali ya ngelitikin aku??” ujar Xena ketika Ican mengejarnya di sebuah Taman Tiara yang biasa mereka datangi di waktu senggang.

Xena dan Ican sudah dua tahun menjalin kasih dan mengetahui karakter masing-masing. Hari ini merupakan hari jadi Xena dan Ican dalam kurun waktu tepat dua tahun. Ican sudah menyiapkan kejutan untuk Xena yang sedang asik merasakan halusnya angin ketika bermain ayunan di Taman.

“Xen.. aku tutup mata kamu sebentar ya… oke?” ujar Ican dengan hati-hati menutupi maksudnya.

“Kalau aku tidak mau bagaimana?” jawab Xena santai.

“Untuk kali ini harus mau, oke?”

“Oke.. awas ya kalau kamu jahil..”

“Tidak akan sayang..”.

Setelah beberapa menit Ican menuntun Xena ke tempat tujuannya dan menyampaikan maksudnya, Ican melepaskan kain hitam yang sedaritadi menutupi mata Xena. Ican menunjukkan sebuah rangkaian bunga mawar merah dan putih berbentuk hati dilengkapi dengan lilin-lilin kecil yang mengitari bingkai bunga mawar itu.

“Ya ampun.. Ican, ini bagus sekali! Makasih sayang, happy anniversary ya sayang…” ujar Xena dengan perasaan terlalu senang.

“Iya sama-sama Xena-ku, oh iya hampir lupa.. ada satu lagi”

“Aduh aduh, apa lagi Can?? Ini saja aku sudah senang sekali”

Ican merogoh-rogoh kantung celana jeans-nya dan mendapati sebuah kotak kecil berwarna merah terang yang berisi cincin perak yang ia beli khusus untuk Xena.

“Untuk aku?” ujar Xena tak menyangka.

“Iya untuk kamu sayang.. di pakai ya sampai kapan pun”

“Makasih banyak sayang, semoga kasih sayang kita abadi…” tutur Xena langsung memeluk Ican dengan erat.

Beberapa hari kemudian, Ican dan Xena masih menjalani aktifitas mereka bersama-sama dengan jalinan kasih sayang yang tak bisa lagi diungkapkan. Namun, sebuah halangan terbesar diantara keduanya mulai menunjukkan kenyataannya. Xena menghilang begitu saja dari kehidupan Ican tanpa alasan apapun. Ican terus mencari keberadaan Xena yang sangat disayanginya. Meminta bantuan kepada teman-temannya pun dirasa sia-sia karena sama sekali tidak mendapatkan kepastian akan keadaan Xena. Berulang kali dari hari ke sehari, Ican terus mencoba menghubungi nomor handphone Xena berharap akan dijawab Xena.

Semua upaya sudah dilakukan Ican demi memperjuangkan cintanya pada Xena, namun tidak ada hasil. Sampai akhirnya Ican memutuskan untuk menyudahi pencariannya.

“Xena.. Kamu kemana sayang.. Aku sangat butuh amu disini..” ujar Ican tanpa sadar terdengar oleh Dika sahabatnya.

“Can? Kamu ngomong sendiri???”

“Ah tidak juga Dik, sudah lah… Aku memang sudah tidak bisa bertemu Xena lagi…”

“Sudah Can, kita sudah sekuat tenaga mencari Xena, tetapi tetap nihil.. mau diapakan lagi..”

“Iya tapi aku sangat sayang sama Xena, Dik..”

“Paham.. itu hak kamu mau bagaimana lagi sama Xena, Aku tidak bisa melarang kamu.. tapi kalau Aku boleh saran, coba pelan-pelan lupain Xena… Jangan memaksakan, nanti tertekan sendiri jadinya..”

“Iya sudah lah Dik.. Aku lelah sekali hari ini..”

“Jadi, jangan dibahas lagi???”

“Begitulah…”

Perasaan Ican sangat kacau meskipun sudah sebulan penuh tak ada kabar berarti dari Xena. Ican terduduk di tempat tidurnya dan menyandarkan kepalanya di dinding kamarnya. Kondisi Ican semakin tertekan dan memang semakin melemah ketika setahun lalu divonis terserang Kanker Otak. Ican terkulai lemah diatas tempat tidurnya setelah mengalami sakit kepala yang luar biasa sakitnya dan mengeluarkan darah dari hidungnya.

Di sebuah rumah sakit umum setelah dari ruang UGD, Ican menjalani perawatan serius di ruang ICCU karena kanker otaknya semakin mengganas di otaknya. Ican masih tak sadarkan diri meskipun tim dokter berupaya keras memulihkan keadaan Ican.

“Can, kamu bangun ya… sumpah, aku sedih lihat kamu begini, kamu sahabat terbaik aku satu-satunya Can..” ujar Dika lirih.

Sebelum Ican dirawat intensif di sebuah kamar ICCU, ada seseorang mengalami penyakit yang sama dengan Ican. Pasien itu menjerit kesakitan membuat Ican tiba-tiba tersadar akan suara itu, dengan cepat Tim Dokter khusus memeriksa Pasien yang tepat disebelah Ican terbaring. Ican merasa sangat mengenal suara itu, dan berusaha semampu mungkin untuk membuka gordin yang menghalangi keingintahuannya akan wajah pasien disebelahnya. Belum sempat gordin itu terbuka lebar, Ican mulai merasakan sakit kepalanya yang luar biasa sakit, Ican pun tak tahan untuk berteriak dan menahan rasa sakit di kepalanya bahkan di sekujur tubuhnya. Suara di sebelah Ican itu pun mulai mereda, hening dan kali ini benar-benar tak bersuara.

“Dok, pasien di sebelah saya bernama siapa???” Tanya Ican pada Dokter khususnya dengan yakin.

“Sudah mas, yang terpenting sekarang kondisi anda…”

“Tapi Dok, Saya benar-benar harus tahu siapa perempuan ini” ujar Ican meyakinkan sekali lagi. Belum sempat Dokter itu mengeluarkan suaranya, tiba-tiba suara lirih memanggil nama Ican dari sebelahnya.

“Ican…”

“Tolong buka gordin ini Suster!” bentak Ican pada salah satu Suster, suster itu pun mau tak mau menuruti kemauan Ican.

Mata Ican terbelalak kaget ketika melihat wajah Xena yang teramat pucat dengan alat bantu medis yang pasti merepotkan untuknya. Xena memberikan senyum kecil pada Ican. Rasa sakit yang dialami Ican seolah hilang sementara ketika menemukan Xena walaupun dalam keadaan yang sangat buruk.

“Ka.. Kamu sakit apa Xen???” Tanya Ican penasaran setelah melawan paksaan dokter dan suster untuk memeriksanya.

“Sama dengan Kamu Can..” ujar Xena memberikan senyum manisnya pada Ican.

“Kamu kenapa tinggalin Aku???”

“Ini lebih baik Can, daripada aku…”

“Aku meninggalkan kamu dalam rasa sayang yang sangat berarti bagi aku” Xena melanjutkan kalimatnya setelah menahan rasa sesak dan rasa sakit dikepalanya.

“Xena.. aku sayang kamu” ujar Ican dengan suara pelan, menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ican berusaha meraih tangan Xena yang mengulurkan tangannya ke Ican. Uluran tangan itu pun akhirnya saling menggenggam dan tak lama jatuh perlahan ketika keduanya saling bertatapan. Seorang Dokter dan dua orang Suster langsung panik seketika melihat dan merasakan detak jantung Ican dan Xena berhenti dengan cepat. Keduanya dinyatakan sudah tidak bernyawa oleh Dokter.

Ican dan Xena akan selalu abadi di dunia barunya, semua kenangan indah dan menyenangkan selama mereka di dunia kini hanya menjadi sebuah cerita cinta yang menyentuh hati seseorang yang mendengarkan, membaca, dan menyaksikannya. Sebuah kasih sayang yang tulus, sebuah duka yang dramatis, mengembalikan Ican dan Xena pada Yang Maha Esa untuk selama-lamanya.

Oleh : Ria Amalia




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline