Lihat ke Halaman Asli

Amalia Mega Berliana

Young Investor's

Dilema Perppu Corona

Diperbarui: 24 April 2020   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rangka KTT Luar Biasa G20 secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor (26/3) | Biro Sekretariat Presiden

Perkembangan Virus Corona (Covid-19) di Indonesia menunjukkan kondisi yang memprihatinkan dan belum mencapai puncaknya, dimana pada tanggal 23 April 2020 pemerintah menyatakan total kasus positif Covid-19 mencapai 7.775 orang. Hal ini jelas sangat berdampak besar pada perekonomian nasional, bahkan World Bank memprediksi Indonesia akan mengalami penurunan ekonomi sebesar -3,5 persen.

Sehingga untuk memitigasi dampak ekonomi akibat dari Pandemic Covid-19 ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Perppu No.1 Tahun 2020 berisi tentang pemberian kewenangan yang sangat besar bagi KSSK (Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan) dalam menangani dampak ekonomi dari Covid-19.

Banyak tokoh yang menggugat Perppu ini, seperti Prof Sri Edi Swasono, Prof. Din Syamsuddin, Abdullah Hehamahua dan Prof. Amien Rais. Selain itu dalam Perppu ini, terdapat 2 pasal utama yaitu pasal 2a ayat 1-3 yang berisi deficit APBN boleh lebih dari 3 persen dari PDB hingga 2022 dan pasal 27 ayat 1-3 yang berisi tentang pemberian kekebalan hukum baik bagi kebijakan dan juga para pengambil kebijakannya.

Adanya pro dan kontra terhadap perppu ini karena banyak tokoh yang menganggap bahwa penerapan dari dikeluarkannya Perppu No.1 Tahun 2020, terutama dalam pasal 2a akan berpotensi munculnya moral hazard dalam pengelolaan keuangan negara, uang masyarakat akan menjadi bancakan para koruptor dan pemburu rente serta potensi munculnya moral hazard perilaku para pelaku ekonomi (bank, perusahaan dan penerima subsidi), dan pada pasal 27 akan menimbulkan abuse of power.

Di sisi lain, dikeluarkannya Perppu No.1 Tahun 2020, terutama pada pasal 2a yang berisi deficit lebih dari 3 persen tanpa batas, dapat  memberikan ruang fiscal yang luas bagi pemerintah untuk memberikan stimulus ekonomi dan pada pasal 27 bertujuan untuk memproteksi pembuat kebijakan dari kiriminalisasi/politisi sehingga lebih berani dalam mengambil tindakan.

Oleh sebab itu, diperlukan judicial review apakah dengan dikeluarkannya Perppu No.1 Tahun 2020 sudah dirasa tepat atau belum, dengan harapan bahwa semua pasal yang ada dalam Perppu ini tidak ada yang melanggar hak konstitusional warga negara.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline