Nama/NIM/kelas : Amalia Nur R/232111133/HES5D
Positivisme Hukum
Adalah aliran yang menganut hukum adalah hukum tertulis yang telah dibuat oleh pihak berwenang secara sistematis. Mereka menjadikan undnag-undang sebagai sumber hukum. Dalam pandangannya menganggap hukum sah dan valid selama dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, tanpa memandang aspek moral dan kemanusiaan. Pendekatan ini memberikan kepastian hukum dan keteraturan dengan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Meskipun efektif dalam menciptakan stabilitas hukum dan menyelesaikan sengketa, hukum positivisme mungkin kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan sosial dan isu-isu moral yang kompleks.
Penerapan Positivisme Hukum Di indonesia
Aliran positivisme mengedepankan undang-undang sebagai hukum tertulis, yang memiliki sistem hukum kodifikasi. Paradigma positivisme hukum diindonesia dibawa oleh pemerintah belanda ketika masa penjajahan. Dalam Sistem hukum civil law yang diterapkan di indonesia mempunyai kecenderungan sumber hukum yang diutamakan adalah peraturan perundang-undangan. Sehingga mengakibatkan penegakan hukum yang terkesan sangat normatif dan kaku karena hanya terpaku dengan hukum tertulis tersebut dan kurang fleksibel terhadap perubahan.
Penggunaan sistem hukum positif diindonesia terasa kurang sinkron hal ini disebab kan oleh beberapa perkara diantaranya : paradigma positivisme hukum yang tidak masuk kedalam corak masyarakat indonesia yang heterogen, perkembangan sosial,politik dan ekonomi seringkali bergeser begitu cepat sehingga hukum menjadi tertinggal, masyarakat indonesia yang religius tapi tidak berideologi mutlak agama. Idealnya perkembangan masyarakat harus di bersamai oleh perkembangan hukum. Penggunaan sistem hukum yang tidak mengikuti dengan perkembangan masyarakat dan tidak mencemirkan nilai-nilai keadillan di tengah masyarakat hanya membawa ketidak adilan bagi masyarakat. Hukum adalah hasil ciptaan masyarakat, tapi sekaligus ia juga menciptakan masyarakat sehingga konsep dalam hukum sebaiknya adalah sejalan dengan perkembangan masyarakat.
Analisis Kasus Pencurian Tiga Biji Kakao Oleh Nenek Minah Dalam Perspektif Positivisme Hukum
Nenek Minah (55/petani), mengambil 3 biji buah kakao milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), ketika sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah. Perbuatan nenek Minah telah diketahui oleh Mandor perkebunan, dan pada saat itu juga nenek Minah telah mengembalikan biji kakao yang diambilnya dan meminta maaf. Namun pihak perusahaan tetap melaporkan kepada Polisi.PT RSA IV Darmakradenan menyampaikan bahwa pihaknya telah menderita kerugian Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah). Akhirnya dalam berkas perkara Nomor No. 247/PID.B/2009/PN.Pwt, nenek Minah harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Tuntutan oleh penuntut umum yang diajukan PT RSA
1.Menyatakan terdakwa Minah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana pencurian sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 362 KUHP;
2.Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Minah dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan;
3.Menyatakan barang bukti: 3 (tiga) kg buah coklat atau kakao berikut biji dan kulitnya dikembalikan pada pihak PT RSA IV Darmakradenan; 1 (satu) buah kandi dirampas untuk dimusnahkan; 4.Menetapkan supaya terpidana membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,-(seribu rupiah)