Lihat ke Halaman Asli

Pengambilan Keputusan dalam Kolaboratif Governance terhadap Pencegahan Banjir Kota Pekanbaru

Diperbarui: 24 Juni 2024   23:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pengambilan Keputusan Dalam Collaborative Governance Terhadap Pencegahan Banjir Kota Pekanbaru

Amalia Safitri

12170520277

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Email : amaliasafitri0302@gmail.com

            Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap saat dan sering mengakibatkan hilangnya nyawa serta harta benda. Kerugian akibat banjir dapat berupa kerusakan pada bangunan, kehilangan barang- barang berharga, hingga kerugian yang mengakibatkan tidak dapat pergi bekerja dan sekolah. Banjir tidak dapat dicegah, tetapi bisa dikontrol dan dikurangi dampak kerugian yang ditimbulkannya (Findayani A, 2015). Banjir merupakan masalah yang hampir setiap tahun melanda wilayah perkotaan maupun  pedesaan. Karena banjir ini sangat cepat datangnya, peringatan bahaya kepada penduduk sekitar tempat itu harus dengan segera dimulai upaya penyelamatan dan persiapan penanggulangan dampak-dampaknya. Umumnya banjir dadakan akibat meluapnya air hujan yang sangat deras, khususnya bila tanah bantaran sungai rapuh dan tak mampu menahan cukup banyak air. Pada penanggulan banjir ini tentunya akan melibatkan collaborative governance (kerjasama antara pemangku kepentingan dan banyaknya stakeholder).

            Ansell dan Gash (2007) dalam BAP Setiawan, Dkk (2021) menyebutkan bahwa collaborative governance sebagai sebuah strategi baru dalam tatakelola pemerintahan yang membuat beragam pemangku kebijakan berkumpul di forum yang sama untuk membuat sebuah konsensus bersama. Selanjurnya Ansell dan Gash mendefinisikan collaborative governance sebagai sebuah aransemen tata kelola pemerintahan yang mana satu atau lebih institusi publik secara langsung melibatkan aktor nonpemerintahan dalam sebuah proses pembuatan kebijakan kolektif yang bersifat formal, berorientasi konsesus, dan konsultatif dengan tujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik, mengelola program atau asset publik. Demikian pula diungkapkan Sunarharum (2016) dalam Sihaloho NTP, (2022) , bahwa collaborative governance bisa mengatasi berbagai hambatan di masyarakat, seperti: a) perbedaan persepsi antara pemerintah dengan masyarakat tentang penanganan banjir, b) keterbatasan literasi teknis dan pengetahuan masyarakat terdampak, dan c) keterbatasan kapasitas pemerintah dalam merumuskan kebijakan tepat sasaran untuk mitigasi. Robertson dan Choi (2010) dalam Kumorotomo, (2013:10) Collaborative Governance sebagai proses kolektif dan egalitarian dimana setiap partisipan di dalamnya memiliki otoritas substansi dalam pengambilan keputusan dan setiap stakeholder memiliki kesempatan yang sama untuk merefleksikan aspirasinya dalam proses tersebut. Kolaborasi disini yaitu dimana satu atau lebih lembaga publik terlibat dengan stakeholder non pemerintahan dalam pengambilan keputusan. Proses dan struktur pengambilan keputusan yang melibatkan orang-orang secara konstruktif melintasi batas-batas lembaga publik, tingkat pemerintahan, dan/atau sector umum, pribadi dan sipil untuk mewujudkan tujuan umum yang akan dicapai (M Fairuza, 2017). Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi individu maupun pemerintah. Mengambil keputusan kadang-kadang mudah tetapi lebih sering sulit sekali. Kemudahan atau kesulitan mengambil keputusan tergantung pada banyak nya alternatif yang tersedia. menurut Davis, keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Keputusan itu dibuat untuk menghadapi masalah-masalah atau kesalahan yang terjadi terhadap rencana yang telah digariskan atau penyimpangan serius terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat  digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengambilan keputusan dalam collaborative governance ini akan melibatkan berbagai pihak atau aktor yang memiliki kepentingan atau tujuan yang sama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam proses pengammbilan keputusan, pihak-pihak terkait bekerjasama untuk mencapai konsensus. Collaborative governance memungkinkan munculnya kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dam sektpr swasta untuk menghasilkan kebijakan yang lebih komprehensif, berkelanjutan, dan inklusif. Dalam pengambilan keputusan sering terjadi ketidakcocokan pemikiran antar aktor, sehingga keputusan sangat sulit dibuat karena tidak jarang seseorang menilai benar atau salah dalam memutuskan sesuatu. Dalam proses pengambilan keputusan banyak hal yang mudah dan cepat untuk diselesaikan, namun juga melalui berbagai macam pertimbangan yang dilakukan oleh pemimpin agar tidak merugikan siapapun.

            Kota pekanbaru terus terbenah untuk mewujudkan kota layak huni itu sendiri dengan berbagai problem yang sedang dihadapi di kota Pekanbaru pada saat ini salah satunya masalah banjir. Banjir disebabkan karena tidak lancarnya saluran pembuangan air (di selokan  atau badan air) yang menyebabkan terjadinya luapan air, kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke aliran air, dan berkurangnya lahan terbuka  yang berguna untuk resapan air. Penyebab banjir di wilayah perkotaan lebih banyak disebabkan oleh tidak lancarnya aliran air (di selokan) akibat sampah yang dibuang ke aliran air dan berkurangnya daerah resapan air di pekarangan rumah (Elsie, 2017). Kondisi hujan lebat yang terjadi di Kota Pekanbaru menimbulkan bencana banjir di banyak titik di kota tersebut. hal ini perlu menjadi kewaspadaan agar tidak menimbulkan korban jiwa jika kejadian tersebut terjadi lagi. Salah satu upaya nya adalah dengan adanya keputusan yang bijak oleh pemerintah dalam penanganan masalah tersebut (Syahputra BP., & Aditya Mulya, 2022) . Pemerintah kota pekanbaru mencatat saat ini masih ada 121 titik banjir yang ada di wilayah setempat jumlah ini tersebar di berbagai wilayah yang ada di Kota Pekanbaru. Yang terparah dan terbesar itu adalah panam, soebrantas, kemudian Jalan Arifin Achmad, depan uir, jalan Riau, dekat Sungai Sibam dan daerah rumbai. Selang hanya 3-4 jam hujan langsung terjadinya banjir. Dan ternyata di Arifin Achmad itu, setelah dilakukan pembongkaran dan pengerukan, dibawah jembatan beton di depan ruko banyak sampah bertumpuk sehingga air tidak bisa jalan (Sonia N., & Mustiqowati Ummul Fithriyyah, 2023). Pengambilan keputusan yang tepat pada collaborative governance sangat diperlukan agar masalah banjir dapat ditangani secara maksimal. Dapat dilihat bahwa peran dari pemerintahan kota pekanbaru dalam penanggulangan banjir belum berjalan maksimal, dikarenakan pemerintah hanya melakukan pengendalian tanpa adanya melakukan tindakan pencegahan. Fokus dari kebijakan pemerintah adalah melakukan pembangunan dan pemberdayaan SDM. Kebiasaan buruk dari masyarakat yang membuang sampah sembarangan semakin memperparah kondisi banjir. Banjir masih terjadi dibeberapa titik kota pekanbaru saat hujun turun, namun sampai saat ini belum ada realisasi dari pemerintah kota pekanbaru melalui Dinas PUPR untuk mengatasi masalah banjir yang terjadi di kota pekanbaru.

            Collaborative governance memungkinkan berbagai pihak terkait untuk bekerjasama dan saling memperkuat, sehingga keputusan yang diambil lebih efektif dan efesien dalam menghadapi banjir. Dalam konteks penanganan banjir, collaborative governance memungkinan kan pemerintah, masyarakat, dan sector swasta untuk berkolaborasi dalam mengembangkan rencana pengelolaan banjir yang berkelanjutan dan iklusif. Pemerintah yang belum optimal dari sisi pengelolaan ruang dan perencanaan sehingga menyebabkan banjir makin parah. Bukan hanya itu tetapi peran penegakan hukum dari pemerintah juga kurang optimal. Pemko Pekanbaru melalui Dinas PUPR telah bekerjasama dengan instansi terkait lainnya. Upaya-upaya yang sudah dilakukan, seperti pengukuran drainase, normalisasi drainase atau parit. Dinas PUPR mengatakan bahwa masalah ini menjadi tanggung jawab bersama Forkopimda dan peran masyarakat.

            Pentingnya kolaborasi antara pemerintahan kota Pekanbaru dan Pemerintah Provinsi riau untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat dalam menangani buruknya infrastruktur kota. Pemerintahan harus bersinergi satu sama lain dalam memprioritaskan masalah ini. kolaborasi yang bijaksana antara kedua pihak sangat diperlukan. Kolaborasi dengan pemrov riau akan membantu mengatasi kendala anggaran dan kewenangan selama ini yang menjadi hambatan. Melalui pendekatan kolaboratif  antara Pemko Pekanbaru dan Pemprov riau, akan terjadi progress signifikan karena dalam kolaborasi juga akan menemukan sebuah keputusan yang bijak untuk kedepannya. Fokus collaborative governance ada pada kebijakan dan masalah publik. Institusi publik memang memiliki orientasi besar dalam pembuatan kebijakan, tujuan dan proses kolaborasi adalah mencapai derajat konsensus diantara para pemangku kepentingan. Collaborative governance menghendaki terwujudnya keadilan sosial dalam memenuhi kepentingan

            Dalam proses pengambilan keputusan keterlibatan setiap pemangku kepentingan sangat berpengaruh terhadap suksesnya kolaborasi dan tercapainya suatu tujuan. Pemerintah Daerah diharapkan membuka ruang dialog dengan pemangku kepentingan yang lain guna pelaksanaan collaborative governance yang lebih baik dalam proses penanggulangan banjir. Perlu adanya wadah komunikasi untuk bergerak satu pintu dalam pelaksanaan kolaborasi penanggulangan bencana banjir di Kota Pekanbaru. Pengambilan keputusan dalam collaborative governance dapat dilakukan melalui pendekatan top-down, pada pendekatan ini cenderung mengembangkan sumber daya manusia di daerah atau lokasi yang terkena banjir. Yang bertujuan untuk mengatasi banjir karena pemerintah mempunyai anggaran untuk mitigasi bencana yang digunakan untuk melindungi dan melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat serta merumuskan perencanaan pembangunan di daerah yang disebabkan faktor banjir tersebut. Pendekatan top-down juga dapat mengacu pada pengaturan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk melibatkan warga negara secara langsung dalam perumusan atau pengimplementasian kebijakan. Pendekatan top-down dalam collaborative governance memainkan peran sentral pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, tetapi memerlukan keterlibatan aktor non-pemerintahan dan koordinasi yangt baik untuk memastikan keberhasilan dalam mengambil sebuah keputusan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline