Candi Singasari merupakan salah satu peninggalan dari kerajaan Tumapel sebagai bentuk pendharmaan bagi raja terakhir kerajaan tersebut yaitu Raja Kertanegara yang mangkat pada tahun 1292. Sebelum mengulik lebih lanjut pada Candi Singasari ini, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang fakta unik dibalik nama Kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan Singhasari daripada Tumapel ini.
Sebenarnya nama Kerajaan Singhasari ini tidak pernah muncul pada prasasti kuno, melainkan muncul pada karya Negarakertagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit. Itupun penyebutan Singhasari bukanlah sebagai nama Kerajaan melainkan nama lain dari Kutaraja yang saat itu menjadi ibukota dari Kerajaan Tumapel. Sehingga dari sini kita bisa mengetahui bahwa yang benar merupakan Kerajaan Tumapel sedangkan Singhasarinya adalah ibukota dari Kerajaan Tumapel.
Mengulik kembali pada salah satu peninggalan Kerajaan Hindu-Budha Tumapel yaitu Candi Singasari. Meskipun merupakan Candi yang bercorak Hindu-Budha, namun Candi Singasari ini lebih condong pada agama Hindu daripada agama Budha. Hal ini bisa dibuktikan dengan bentuk struktur bangunan candi yang menyerupai limas dan terdiri atas batu-batuan yang disusun daribawah ke atas, kemudian dipahat dengan bagian atas lebih kecil dibandingkan bagian bawahnya. Selain itu, yang menunjukkan bahwa candi ini lebih condong pada agama Hindunya yaitu Candi Singasari dibangun sebagai bentuk penghormatan pada raja Kertanegara.
Fakta unik lain yang perlu kita ketahui yaitu tidak adanya arca dewata di dalam relung candi. Menurut informasi yang ada 4 arca dewata Candi singasari yaitu Arca Mahakala, Arca Nandiswara, Durga Mahesasuramardini, dan Ganesha saat ini tengah berada di Rijkmuseum Belanda. Bisa kita tarik sebuah teori permasalahan mengapa keberadaan arca dewata bisa sampai di Belanda?
Candi ini ditemukan pertama kali oleh orang Belanda yang bernama Nicolaus Engelhard pada tahun 1803. Dapat kita lihat bahwa pada tahun candi ini ditemukan, Indonesia masih dijajah oleh Belanda. Bisa dimungkinkan bahwa pada saat itu fokus masyarakat Indonesia bukanlah pada pelestarian warisan budaya, namun masih berusaha bagaimana memerdekakan bangsa ini dari kungkungan para penjajah. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa arca dewata candi ini bisa berada di Belanda karena pada saat itu rakyat pribumi tidak memiliki kekuasaan yang cukup untuk mempertahankan warisan budaya agar tetap berada di Indonesia.