Lihat ke Halaman Asli

Minimnya Tingkat Literasi Buku Bacaan Sastra

Diperbarui: 28 Oktober 2021   11:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengadaan buku bacaan sastra di perpustakaan sekolah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa didik. Peningkatan literasi dengan menggunakan objek buku bacaan sastra dilakukan dengan tujuan mengenalkan buku bacaan yang tidak selalu berkaitan tentang buku teks pelajaran akademik. Pengalaman membaca buku bacaan sastra dengan membaca buku teks pelajaran tentu sangat berbeda. 

Buku bacaan sastra ditulis atau diciptakan oleh pengarangnya dengan maksud menyampaikan tujuan estetika. Di dalamnya sering memuat cerita sebuah kisah dengan berpatokan pada sudut pandang orang ketiga ataupun orang pertama , dengan dibubuhi plot serta pemakaian elemen-elemen sastra yang lainnya. Buku bacaan sastra cenderung lebih santai bila dibandingkan dengan buku pelajaran.

Di lain sisi, buku teks pelajaran merupakan buku standar yang ditulis oleh para ahli dalam bidang atau pelajaran dengan maksud instruksional. Di dalamnya dilengkapi dengan alat-alat pengajaran yang sesuai dan tentunya mudah untuk dipahami oleh pembacanya. Tujuan dari keberadaan buku teks pelajaran adalah untuk meringankan beban pendidik dalam proses penyampaian materi kepada siswa didik dan siswa bisa mengulang kembali setiap  materi-materi yang telah diajarkan para guru dengan membaca kembali buku teks pelajaran yang mereka miliki.

Buku bacaan sastra di dunia ini sangat bermacam jenisnya. Semua memiliki daya tarik tersendiri dengan ciri khasnya masing-masing. Namun dengan adanya pengaruh globalisasi yang membuat beberapa hal mengalami modernisasi, daya tarik terhadap buku bacaan sastra menjadi semakin menurun. Literasi dengan objek buku bacaan sastra yang dulunya sangat digemari kini sudah memudar. 

Faktor utama yang menjadi penyebab permasalahan tersebut adalah pemberian izin penggunaan gawai terhadap anak usia belia hingga remaja di bangku sekolah. Buku bacaan sastra mengalami kekalahan mutlak dari adanya trend penggunaan telepon genggam modern yang di dalamnya bisa memuat banyak fitur dan aplikasi.

Dua tahun terakhir ini, dunia telah dilanda pandemi yang menjadikan para peserta didik sebagai robot dari telepon genggam modern tersebut. Aktivitas mereka lebih banyak menggunakan gawai dibandingkan membacaan buku bacaan. 

Tuntutan penggunaan gawai secara berlebih juga dikarenakan adanya pembelajaran yang dilaksanakan secara daring, oleh sebab itu siswa didik cenderung menyimak gawai daripada membaca buku bacaan. 

Selain itu, pembatasan adanya sekolah tatap muka juga menjadi hambatan dari kegiatan membaca buku bacaan sastra di perpustakaan. Adanya peraturan ketat dari pemerintah membuat sekolah menghentikan aktivitas pembelajaran tatap muka di lingkungan sekolah.

Membaca buku bacaan sastra tentu akan menyumbang kosakata terhadap para pembacanya. Di dalam buku bacaan sastra, pengarang menuangkan karangan-karangan indah dalam bentuk tulisan. 

Pembaca akan dibawa kepada dunia baru mengenai tulisan menakjubkan yang di dalamnya banyak berisi pengkisahan suatu cerita. Membaca buku bacaan sastra akan membangkitkan imajinasi serta kreativitas dalam proses berfikir. Pembaca akan lebih mampu berpikir kritis terhadap setiap permasalahan yang dialami. 

Aktivitas membaca buku bacaan sastra juga akan mengasah kemampuan dalam menulis. Pengarang atau penulis sastra akan mengajak para pembaca bertamasya mengelilingi dimensi ruang dan waktu. Berkeliling dalam satu waktu ke waktu yang lain dengan hanya membaca sebuah karya sastra. Pengalaman tersebut tentu akan menjadi memori tersendiri bagi pembacanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline