Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Sandiaga Uno (Bagian Ketiga)

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tugas Kita Hanya Berjuang, Ikhlaskan Hasilnya

Dua kunci sukses Sandiaga Uno, yaitu yakin dan syukur sudah saya tulis di artikel bagian pertama dan kedua. Kali ini saya akan menuliskan tentang kunci sukses yang ketiga, yaitu Ikhlas. Ini adalah hal yang tidak sederhana, karena menyangkut urusan qolbu. Ini adalah soal bagaimana Sandi Uno mengelola perasaan dan hati. Sebab, ikhlas adalah satu kata yang mudah diucapkan, tetapi sangat sulit dijalankan.

Sejujurnya saya sangat terpana ketika mendengarkan Sandiaga Uno menyampaikan pemikirannya dalam diskusi di Wisma Antara, Kamis lalu. Kalimat-kalimatnya mengalir dengan bahasa yang sagat baik, bahkan ketika mengomentari persaingan antar kandidat Ketua KADIN, yang kini mulai terasa keras. Sandiaga Uno adalah salah satu kandidat Ketua KADIN yang sangat favorit bersaing dengan beberapa tokoh pengusaha senior. “Segalanya berawal dari nawaitu kita mas. Niat akan berpengaruh pada sikap”, katanya tenang.

Saat menulis artikel ini saya mencoba mencari tahu apa yang menjadikan Sandiaga Uno seperti ini. Pikiran saya menerawang jauh , dan teringat wajah Profesor Arief Rachman dan Ibu Mien Uno. Keduanya sering menjadi narasumber saya ketika masih menjadi wartawan sekitar 15 tahun lalu. Saya berkesimpulan bahwa keluarga besar Uno telah membentuk karakter Sandi sedemikian rupa. Integritas, kejujuran dan menghormati orang lain, toleran dan peka terhadap lingkungannya. Tentu kita semua tahu bagaimana kredibilitas pak Arief Rachman dalam dunia pendidikan nasional. Sedangkan Ibu Mien Uno dikenal sebagai tokoh yang merintis lembaga pendidikan kepribadian.

Kembali kepada ikhlas, kunci sukses yang ketiga. Karena sejak awal sudah melibatkan Tuhan dalam berjuang, dan bekerja dengan serius sebagai bentuk rasa syukur, maka seringkali Sandiaga Uno tidak terlalu memikirkan apakah upayanya berhasil atau belum. Dia terkesan sangat santai dalam menghadapi persaingan. Saya masih ingat ketika group bisnis Saratoga milik Sandiaga Uno bersaing dengan group pebisnis lain untuk membeli saham PT. Elnusa. Berikut ini petikan kalimat Sandiaga Uno kepada wartawan soal kekalahan Saratoga dalam persaingan itu:

“Ya, ini kegagalan kita di awal tahun 2010, padahal sudah dipelototi 6 bulan loh. Kita sebenarnya sudah siapkan US$ 150 juta.  Kita masih tertarik dengan sektor tersebut. Jasa migas itu, karena Indonesia mempunyai historis menjadi negara dengan cadangan migas terbesar di Asia Tenggara, tapi kita tidak punya perusahaan kelas dunia di bidang jasa migas.
Istilahnya tukang ledengnya nggak ada, seperti PGN hanya sebagai penyedia infrastruktur, seharusnya kita punya perusahaan jasa migas yang kuat. Elnusa punya peluang itu, dengan adanya sumber dana yang kuat, visi misi dan dukungan manajemen. Tapi ya sudah lah sudah lewat dan kita pasrah, mudah-mudahan pembeli baru bisa mewujudkan Elnusa menjadi perusahaan kelas dunia”.

Kalimat diatas menggambarkan dengan jelas bagaimana kemampuan Sandiaga Uno mengendalikan nafsu. Mengelola perasaan dan hati. Bahkan dia tetap mendoakan agar rivalnya dalam memperebutkan saham PT Elnusa bisa membawa perusahaan itu menjadi kelas dunia. Ini adalah karakter seorang pemimpin yang berjiwa besar.

Menurut Sandiaga Uno, dalam persaingan, selalu ada pemenang dan ada yang kalah. Itulah dunia. “Tugas kita hanya berjuang dengan sebaik-baiknya. Kalaupun belum memenangkan persaingan, ya ikhlas saja. Biarkan semuanya mengalir. Inilah yang membuat Saratoga seperti sekarang”, tambahnya.

Kalimat-kalimat bijak ini lazimnya diucapkan oleh para kyai yang mendalami ilmu tasawuf. Namun Sandiaga Uno telah menjalankan ini dengan baik dalam kehidupan sehar-hari, dan dalam menjalankan bisnis. Masih banyak lagi cara Sandiaga Uno menjelaskan pemahaman tentang kata ikhlas. Sayangnya saya harus buru-buru mengantar anak-anak saya ke took buku. Nanti malam saya akan sempatkan menilis lanjutannya di bagian keempat. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline