Lihat ke Halaman Asli

Amak Syariffudin

Hanya Sekedar Opini Belaka.

Sanksi Pelanggaran Jangan Dilanggar

Diperbarui: 9 November 2020   02:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ANTARA FOTO) (Teguh Prihatna) (Kompas.com)

Munculnya sikap ragu-ragu dari beberapa kalangan di masyarakat, mempertanyakan apakah benar dilaksanakannya  sanksi disiplin dari Mendagri terhadap ASN (Aparat Sipil Negara) melalui pelaporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang ketahuan berpihak dan mendukung salah satu pihak calon yang maju dalam Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2020/2021.

Masalahnya, ada keberpihakan yang terang-terangan berupa dukungan dalam berkampanye. Akan tetapi yang bisa rancu adalah dukungan tersembunyi berupa dukungan suara/pendapat ataupun materiil. Mengingat, bahwa terdapat 420 lokasi Pilkada se Indonesia, sehingga benar-benar kepercayaan untuk melakukan pengawasannya adalah Bawaslu disetiap lokasi Pilkada itu yang harus netral dan mandiri.

Petugas-petugasnya harus jeli dan berani bersikap berdasar kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah. Mereka benar-benar bisa menentukan umpamanya bentuk dukunganpejabat atau ASN yang dalam bermacam bentuk. Mulai dari pernyataan agar memilih calon  bersangkutan sampaipun bisa berbentuk materiil, seperti dana ataupun peralatan.

Sementara ini hasil laporannyanya lebih dari 65 kasus atau puluhan pejabat ASN atau orang-orang pemegang posisi dalam pemerintahan daerah yang dilaporkan Bawaslu setempat karena ternyata tidak bersikap netral.

Yakni mendukung salah satu calon kepala daerah yang terkait dengan dirinya, atau apakah calon itu dari sesama partai politiknya, atau ada hubungan kekerabatan ataupun kawan dekat. Lebih jahat lagi, karena berharap kalau calon itu menang menjadi kepala daerah dan wakilnya, maka akan ada pembagian rejeki atau proyek.

Kita bisa memahami betapa "beratnya" menjadi anggota Bawaslu untuk bertindak benar-benar harus tegas dan netral. Sebab, tidak lepas dari tekanan batin yang datang dari pimpinan daerah setempat yang merasa berkepentingan memenangkan calonnya.

Hal itu dikarenakan, bahwa kalaulah Bawaslu benar-benar bertindak dan melaporkan pelanggaran sanksi ke Pusat dan kemudian Kementerian Dalam Negeri menjatuhkan sanksinya pada ASN yang melanggar itu, maka bisa saja anggota Bawaslu setempat dijadikan sasaran kebencian ataupun kemarahan pada kelompok ASN bersangkutan.

Karenanya, para anggota Bawaslu dimasing-masing tempat haruslah orang-orang yang bersikap adil, tegas dan tegar. Bisa saja laporannya dianggap kurang akurat, seperti contoh ketika Gubernur Jawa Timur, Khofiffah Parawanza, menjelaskan tentang beberapa ASN-nya disanksi karena tidak netral. 

Katanya, dua orang sudah pensiun yang dilakukan bulan Oktober lalu. Artinya boleh mendukung calonnya. Mungkin saja  sewaktu ASN bersangkutan melakukan duklungan itu, petugas Bawaslu mengetahui dia masih menjabat dan sebagai ASN aktif.

Lalu kasus sanksi berupa peringatan kepada Pj. Walikota Makassar yang sudah dinyatakan dimedia massa bahwa dia diberi sanski Kemendagri, namun dengan santai menjawab media massa, bahwa sampai saat itu (4/11) dia belum menerima pemberitahuan mengenai sanksi terhadap dirinya itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline