SPM angkutan orang dengan kereta api yang ada saat ini hanya sebatas pada pelayanan di stasiun dan dalam perjalanan kereta. Namun pada SPM MRT Jakarta, diatur juga standar pelayanan aksesibilitas. Hal ini menarik karena stasiun MRT Jakarta berada di bawah jalan raya dan di atas jalan raya. Harus jelas penataan untuk lajur pejalan kaki, lajur pengguna kendaraan roda dua maupun mobil, berikut kelengkapan penunjangnya sehingga menciptakan keselamatan, keamanan, kenyamanan bagi semua, baik penumpang MRT maupun pengguna jalan lainnya.
Jelang operasi MRT Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan selaku Regulator telah mulai menyiapkan regulasi. Salah satunya yang sedang disusun adalah SPM (Standar Pelayanan Minimum). SPM tersebut merupakan acuan bagi PT MRT Jakarta selaku penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian yang melaksanakan angkutan orang dengan kereta api.
Kebetulan Rabu (12/9/2018) kemarin, dari pagi sampai siang, saya ikut menghadiri acara Diskusi Publik Penyusunan SPM MRT Jakarta di Gedung Annex, Kompleks Dinas Teknis Jatibaru, Tanahabang Jakarta Pusat yang diselenggarakan oleh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. Diskusi tersebut sangat menarik karena akan menjadi masukan bagi regulator dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta dalam menyusun dan menetapkan SPM yang harus dijalankan oleh PT MRT Jakarta dalam melayani pengangkutan orang dengan kereta api (mass rapid transit).
Bagi publik termasuk saya, informasi tentang SPM akan menjadi bahan yang berguna untuk mengetahui hak-hak sebagai pengguna MRT Jakarta nantinya dan kewajiban yang harus dilakukan oleh operator maupun pengguna MRT Jakarta. Dan afdhol-nya memang dalam penyusunan SPM melibatkan seluruh stake holder terkait dan juga menyerap masukan dari publik, salah satunya melalui Diskusi Publik ini.
"Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan Permenhub Nomor 48 Tahun 2015 tentang SPM, mengamatkan bahwa pengoperasian kereta api harus memenuhi standar pelayanan minimum. Termasuk MRT Jakarta yang akan beroperasi Maret 2019 yang harus dibuat juga SPM-nya," kata Sigit Wijatmoko, Wakil Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.
Secara garis besar, poin-poin yang akan diatur dalam SPM mencakup 6 aspek: keselamatan, keamanan, kehandalan, kenyamanan, kemudahan dan kesetaraan. Khusus pada SPM MRT Jakarta pengaturannya meliputi 3 hal yaitu standar pelayanan yang terkait Aksesibilitas, standar pelayanan di stasiun dan standar pelayanan di kereta dengan mengacu pada 6 aspek tersebut di atas.
Sisi lain yang menarik, bahwasanya penyusunan SPM untuk MRT Jakarta mengakomodir berbagai peraturan yang berkaitan dengan pelayanan dan standar ketentuan yang berhubungan dengan prasarana dan sarana publik.
Seperti acuan SPM yang telah dibuat oleh Kementerian Perhubungan seperti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2015 tentang SPM Angkutan Orang dengan Kereta Api, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 96 Tahun 2015 tentang Pedoman Kegiatan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum & PR Nomor 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung dan regulasi lainnya yang saling terkait antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta.
SPM terkait Aksesibilitas ini menarik sekali untuk dimasukkan pada penyusunan SPM MRT Jakarta. Dikatakan menarik karena lokasi 13 stasiun MRT Jakarta fase 1 yang berada di bawah jalan raya dan sebagian lagi di atas jalan raya yang ramai dan padat lalu lintasnya.
Ada 6 stasiun underground (bawah tanah) yaitu Bundaran HI, Dukuh Atas, Setiabudi, Bendungan Hilir, Istora,dan Senayan, juga 7 stasiun elevated (layang) yaitu Sisingamangaraja, Blok M, Blok A, Haji Nawi, Cipete Raya, Fatmawati, dan Lebak Bulus.
Dengan perhatian terhadap aksesibilitas, maka jelas poin-poin apa saja yang harus disiapkan, sinergi antar instansi seperti apa yang harus dilakukan dan kewenangannya masing-masing untuk mewujudkan asksesibilitas yang baik dan memadai.