Lihat ke Halaman Asli

Koran Kredibel Sering Memuat Penipuan, Siapa yang Salah?

Diperbarui: 28 Oktober 2017   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan memang tidak pernah tidur, begitu pula dengan kejahatan yang tidak pernah tidur begitu juga dengan berita hoax tidak pernah tidur. Berita hoax di jaman ini mudah menyerang media manapun, baik itu media sosial hingga koran nasional yang ber kredibel pun sering menjadi perantara informasi hoax. Ketika media online sering di curigai kredibilitasnya, maka masyarakat akan mencoba untuk mempercayai buku atau koran karena lebih kredibel dan terpercaya namun sekali lagi itu saja tidak cukup. Koran, sebagai media yang terpercaya pun seringkali lolos pada tindak kejahatan pada penipuan niatnya pembaca mau mencari informasi eh, malah tertipu. Hal ini seringkali terjadi di lowongan pekerjaan yang sering di sediakan oleh sebuah surat kabar. Kurangnya manajerial, verivikasi, identifikasi, dan bahkan interprestasi sebuah informasi dapat menyebabkan ribuan pengangguran tertipu, hebatnya sang penipu juga membayar biaya iklan tersebut. Sungguh sangat niat.

Jika hal ini tidak di tindak lanjuti atau redaksi tidak bersikap apapun, maka surat kabar tidak lagi menjadi berita yang dipercaya oleh masyarakat. Wong, menyelektif hoax saja tidak bisa? bagaimana bisa kredibel?.  Jangan sampai masyarakat menjadi tidak percaya lagi pada surat kabar, karena dikira memfasilitasi beria hoax atau penipuan di surat kabar. Sebagai masyarakat seringkali saya dengar " makanya harus selektif". "makanya percaya sama yang kredibel" makanya, makanya dan makanya namun, kenyataannya hal itu masih sulit dilakukan. Bagi saya koran itu adalah sumber yang paling kredibel karena disana ada jurnalis, wartawan, penulis, redaksi dan manajerial yang ber integritas namun, hal itu menjadi sia-sia jika surat kabar tidak mampu selektif terhadap penipuan. Akhirnya saya kembali bingung, lantas apa solusi dari surat kabar untuk meminimalisir itu? masa iya, setiap orang mau pasang iklan harus di cek dulu rumahnya, alamatnya, gelarnya? umurnya?mantannya? simpatisan partai apa?. ah sudahlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline