Semenjak perkenalan itu rasa ini tumbuh, menghadirkan aksara Rindu yang duduk anggun di beranda mayaMenagih janji Sua yang tak tahu maluLantaran menanti yang tak berwujud adalah mati.
Sedang aku yg pernah bergumul dengan asrama, lantas mati rasa sebab patah yang ditimbulkannya,
Tiba-tiba saja kalut takut menghujam ikhtiar sebab bermula dari kerinduan yang mencekik lalu tersenyum dengan pipi merah merona menyaksikan rindu membawah deru ombak pada bibir pantai memberi kecupan tanpa jeda.
Namun sayang beberapa naas liar terlalu keji mencekik nalar
Hingga jatuh cinta kembali adalah seberat-beratnya penat sedang ikhtiar setia menjadi sebuah kredo menakutkan yang mematikan optimis Hati. Sebab ada pun belum tentu dianggap ada namun jelas betul dipaksa mati. Mungkin ini mensinyalir bahwa sebenarnya hanya dengan pulang adanya akan menemui hakiki.
Kian malam-kian menghitam
Pekat datang melahap terang dan perlahan-lahan menyeret sadar menuju relung paling remuk. Lekuk gurat dahi menghapus ingat pada tubuh sintal dengan bibir sexi dan buah dada yang ranum disepertiga malam menuju pagi.
Akh,lantas esok hilang tanpa riuh kabar
Sebab katanya ini dosa
tapi lupa bahwa kemarin sempat menjadi pendosa ulung yang candu kenikmatannya lantaran citra yang hidup di kepala tanpa substansi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H