Lihat ke Halaman Asli

Al Zimantyo

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Hukum pada Cyber Bullying

Diperbarui: 21 Juni 2021   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di zaman sekarang kita banyak menemukan kasus-kasus pembullyan. Pembullyan merupakan suatu kejahatan yang sifatnya mengintimidasi seseorang atau kelompok dengan Tindakan kekerasan fisik maupun kekerasan mental seperti contoh kekerasan fisik yang dialami korban maupu ujaran kebencian yang membuat gangguan atau ketidaknyamanan yang dialami oleh korban.

            Kasus pembullyan yang marak terjadi di kehidupan sehari-hari telah merambah kedalam dunia maya yang sekarang dikenal dengan sebutan cyberbullying. Cyberbullying adalah suatu tindakan intimidasi di dunia maya dari kelompok maupun individu kepada kelompok ataupun individu. Di media sosial saat kini sangat banyak sekali ditemukan perihal cyberbullying. Kasus seperti ini banyak terjadi di kalangan remaja yang tidak menjaga attitude atau etika bermedia sosial, seperti contohnya yaitu banyaknya netizen yang berkomentar disalah satu akun seseorang atau kelompok dengan ujaran-ujaran kebencian yang bersifat menghakimi, mengucilkan, menebar kebencian, menghujat, dll. Terkadang hal ini berkedok candaan namun dapat menjadi suatu kasus cyberbullying, karena komentar yang dianggap candaan tersebut dilontarkan namun itu belum tentu dapat diterima dengan baik dan komentar tersebut berpotensi akan menyebabkan kasus cyberbullying itu terjadi.

            Di Indonesia, cyberbullying banyak dilakukan di kalangan remaja. Yang saya lihat, mereka menganggap bahwa berkomentar di foto, video di postingan orang lain atau apapun yang mereka lakukan di media sosial tidak membahayakan orang lain. Nyatanya banyak sekali ditemukan korban-korban cyberbullying di media sosial. Sangat disayangkan bila fenomena ini terus terjadi, yang dimana akan banyak menimbulkan perpecahan pada masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat di Indonesia terlebih lagi pada remaja, yang tidak memperhatikan bagaimana bermedia sosial dengan baik dan benar. Mereka cenderung lebih melakukan apa saja yang mereka sukai, termasuk membully karena menganggap hal ini bukan menjadi sesuatu yang besar. Jika fenomena ini tidak ditangani dengan segera, maka akan banyaknya korban-korban yang mengalami cyberbullying.

            Bagi orang-orang yang menjadi korban cyberbullying terlebih lagi jikalau sudah sangat membahayakan, tidak perlu takut untuk melaporkan kasus tersebut. Korban dapat melaporkan kasus tersebut kepada penegak hukum yaitu Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kominfo dapat memproses kasus tersebut secara terpercaya. Cyberbullying sudah memiliki kebijakan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan memiliki sanksi bagi pelaku yang melakukan cyberbullying.

            Cyberbullying termasuk kedalam kejahatan melalui digital, karena perbuatan tersebut dapat merugikan seseorang (korban) dan dapat menjadi alat kriminal baru pada zaman ini untuk kejahatan. Kriminalisasi di dunia maya seperti hoax, hate speech, pornografi, cyberbullying, dll sudah sangat banyak terjadi dan menjadi keresahan di masyarakat. Kasus-kasus nya pun juga tidak terbendung. Kejahatan di dunia maya pun sama ramainya dengan kejahatan yang terjadi di dunia nyata. Sehingga, diperlukan hukum yang tepat untuk dapat menjerat kasus-kasus seperti ini.

Kasus cyberbullying ini sangat licin untuk digiring ke ranah hukum, bagaimana tidak? karena hal ini juga dapat menyinggung hak kebebasan berekspresi seseorang. Setiap orang memiliki hak untuk berekspresi di dunia nyata maupun di dunia maya. Akan tetap sangat sulit untuk mengkategorikan antara berekspresi dengan baik di dunia maya seperti berkarya dan juga berekspresi dengan mencaci-maki orang lain dengan hinaan. Pelaku pembully jelas akan membela dirinya sendiri dengan alasan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk berekspresi, namun tanpa disadari, apa yang dia lakukan itu merupakan sebuah tindak cyberbullying. Hal tersebut membuat kasus seperti ini menjadi licin untuk dibawa ke ranah hukum. Cyberbullying termasuk kedalam kategori penghinaan bagi korbannya. Didalam KUHP, penghinaan merupakan delik aduan. Karena penghinaan ataupun pencemaran nama baik hanya dapat dinilai oleh pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu harus ada kumpulan bukti yang memiliki alasan yang kuat dari korban untuk memperkuat laporannya dan perlu untuk membawa seorang tenaga ahli kedalamnya. 

Kasus ini mengacu pada Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjelaskan mengenai penghinaan yang dilakukan melalui sarana komputer atau media elektronik yang mana sesuai dengan perbuatan cyberbullying yang merupakan penghinaan melalui dunia maya. Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (3) No 19 Tahun 2016 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Begitupun juga pada Pasal 29 UU ITE telah memuat tentang kasus ini, yang bunyi detilnya yaitu, " Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Ancaman hukuman atas pelanggaran pasal itu adalah hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Pasal 45 ayat 3).

Hukum perihal cyberbullying masih sangat rentan karena masih menjadi hukum dengan pasal yang karet dan juga masih membingungkan. Karena tidak ada definisi baku tentang cyberbullying di Indonesia, yang mana hal itu dapat menjadi hal yang mengkhawatirkan dalam rumusan UU yang nantinya digunakan karena dapat banyak menimbulkan penafsiran. Dengan kondisi seperti itu, hukum ini dapat berpotensi disalahgunakan dalam penegakan hukumnya. Hal ini membuat para penegak hukum cenderung menganggap pencemaran nama baik dan menganggap cyberbullying adalah delik yang sama, padahal keduanya memiliki makna yang berbeda akan tetapi sifat keduanya sama yaitu merupakan tindak kejahatan.

Cyberbullying sejauh ini hanya dimaknai sebagai bentuk ancaman-ancaman atau sebagai tindakan menakut-nakuti saja. Padahal, kasus ini dapat melebar sudut pandang ke kasus-kasus yang lain, beberapa diantaranya yaitu dapat menjadi kasus rasisme, pelecehan, dan intimidasi. Ketidakaadaan definisi pasti dari cyberbullying lah yang menjadi akar permasalahan di ranah hukum. Pemerintah perlu mengkhawatirkan hal ini, pasalnya hukum cyberbullying di Indonesia menjadi sangat sulit untuk ditetapkan dan juga dapat menimbulkan kesalahpahaman atau juga dapat menjadi alat kriminal oleh oknum.

Langkah yang perlu dilalui pemerintah Indonesia untuk kerumitan cyberbullying yaitu mengkaji definisi dari cyberbullying itu sendiri terlebih dahulu agar langkah selanjutnya yaitu untuk merakit pasal UU ITE tentang cyberbullying dapat terbentuk dengan tepat. Selanjutnya, pasal yang telah siap tersebut dapat diperkuat dan menjadikan pasal cyberbullying tidak menjadi pasal karet dan juga meminimalisir potensi disalahgunakan oleh siapapun. Dengan begitu cyberbullying yang terjadi di Indonesia dapat ditangani lebih baik dan menurunkan angka kasus yang terjadi di Indonesia, keresahan akan bermedia sosial akan menurun, dan juga hak bebas berekspresipun juga tidak akan tersinggung jika undang-undang yang di gunakan tepat.

Nama : Al Zimantyo

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline