Siapa yang bisa menolak godaan lezatnya makanan cepat saji? Dari pizza yang menggugah selera dengan lelehan keju, burger juicy yang pecah di lidah, donat manis yang meleleh di mulut yang bikin ketagihan, semua ini seperti magnet yang menarik selera kita, menggoda untuk dinikmati setiap hari. Di era serba cepat ini, junk food telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Makanan cepat saji, camilan kemasan, dan minuman bersoda seolah menjadi solusi instan bagi mereka yang sibuk dan tak punya waktu untuk menyiapkan makanan sehat. Sayangnya, pola makan modern kita semakin didominasi oleh junk food. Terdapat restoran cepat saji ada di setiap sudut kota, vending machine tersedia di kantor dan tempat-tempat umum, sementara iklan makanan olahan menggoda kita setiap hari.
Junk food menjadi salah satu pilihan favorit bagi masyarakat modern terutama para remaja dan anak-anak karena praktis dan rasanya yang lezat, namun dibalik kelezatannya itu terdapat bahaya yang sering dihiraukan Masyarakat dan masih banyak yang mengkonsumsinya berlebihan. Mengkonsumsi junk food terus-menerus dengan jumlah yang banyak dapat beresiko terkena masalah kesehatan seperti diabaetes, penyakit jantung, kanker, dan penyakit berbahaya lainnya.
Berdasarkan temuan yang dipaparkan dalam blog Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, kebutuhan gizi remaja memiliki karakteristik unik, baik dari perspektif biologis maupun psikologis. Dari segi biologis, asupan nutrisi remaja harus selaras dengan tingkat aktivitas mereka. Dibandingkan dengan masa kanak-kanak, remaja memerlukan proporsi protein, vitamin, dan mineral yang lebih tinggi untuk setiap unit energi yang dikonsumsi. Sementara itu, dari sudut pandang psikologis, faktor kesehatan seringkali bukan prioritas utama remaja dalam memilih makanan. Sebaliknya, pengaruh lingkungan sosial, tren budaya hedonistik, dan opini teman sebaya cenderung lebih dominan dalam menentukan pilihan konsumsi mereka.
Kasus junk food
Menurut world health organization (WHO, 2011), junk food mengandung tinggi lemak, tinggi garam, rendah serat, dan mempunyai berbagai dampak bagi Kesehatan. Dikutip dari suara.com, pada pertengahan tahun 2024 terdapat banyak kasus penyakit ginjal yang dialami oleh para anak muda di Indonesia, Dr. Maria (Dokter spesialis penyakit dalam) mengatakan, kebiasaan konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan sebagai salah satu penyebab gangguan ginjal pada anak muda. Yang lebih mencengangkan junk food juga dapat mengganggu kesehatan mental. Studi-studi terkini telah mengungkap adanya kaitan yang erat antara konsumsi makanan olahan tinggi dengan meningkatnya kemungkinan seseorang mengalami gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Penemuan ini semakin memperpanjang daftar bahaya yang mengintai di balik kelezatan semu junk food, membuatnya pantas disebut sebagai "musuh tersembunyi" dalam pola makan kita sehari-hari.
Langkah apa yang bisa diambil untuk mengatasi masalah ini?
Tidak mudah untuk menghilangkan kebiasaan makan junkfood dalam keseharian masyarakat. Namun, kita bisa memulai dengan perubahan-perubahan kecil. Beberapa langkah sederhana yang bisa diterapkan antara lain: secara bertahap mengurangi frekuensi dan porsi konsumsi junk food, meluangkan waktu untuk membaca dan memahami informasi nutrisi pada kemasan makanan, serta mulai belajar dan membiasakan diri untuk memasak makanan sendiri menggunakan bahan-bahan segar dan alami. Meskipun terdengar sederhana, jika dilakukan secara konsisten, langkah-langkah ini dapat membawa perubahan signifikan pada kesehatan kita dalam jangka panjang.
Peran pemerintah
Selain upaya individual, peran serta aktif dari pihak pemerintah dan pelaku industri makanan juga sangat diperlukan dalam mengatasi permasalahan ini. Penerapan regulasi yang lebih ketat terhadap iklan dan pemasaran produk junk food, terutama yang menyasar anak-anak dan remaja, merupakan salah satu langkah penting yang perlu diambil. Selain itu, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendorong produksi dan konsumsi makanan sehat, misalnya edukasi bagi produsen makanan sehat atau kampanye edukasi gizi kepada masyarakat luas.
Edukasi masyarakat